PRABOWO SUBIANTO

Prabowo Subianto Bicara Demokrasi di PSI

Prabowo Subianto Bicara Demokrasi di PSI
Prabowo Subianto Bicara Demokrasi di PSI

JAKARTA - Kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membawa atmosfer penuh antusiasme. Riuh tepuk tangan dan yel-yel “PSI dukung dua periode” menyambutnya ketika tiba di lokasi acara di Solo, Jawa Tengah. Momen itu bukan hanya simbol dukungan politik, tetapi juga menjadi panggung bagi Prabowo untuk menyampaikan pandangan mendalam tentang demokrasi, solidaritas, dan tantangan kebangsaan.

Prabowo yang disambut hangat oleh para kader PSI terlihat tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyapa sejumlah tokoh politik yang turut hadir. Di antara mereka tampak Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, serta para pemimpin dari PPP, Partai Demokrat, Partai Gelora, dan Partai Garuda.

Dalam pidatonya yang penuh dengan nada reflektif dan sesekali diselingi humor, Prabowo mengangkat sejumlah isu penting yang menjadi perhatian nasional. Dari soal simbol partai, kedekatan ideologis, hingga pandangan terhadap arah pembangunan bangsa, pidato tersebut menggambarkan dinamika politik yang tengah berkembang.

Logo Gajah, Simbol Personalitas dan Kedekatan

Salah satu bagian menarik dari pidatonya adalah saat Prabowo menyinggung logo baru PSI yang berbentuk gajah. Ia mengaku terkejut dan menganggap PSI memiliki “intel” yang luar biasa karena bisa mengetahui kegemarannya terhadap hewan tersebut.

“Saya tidak mengerti intelnya bagus sekali. Jadi PSI ini kok bisa membaca isi hatinya presiden,” ujarnya, disambut sorak-sorai dari para peserta kongres.

Prabowo kemudian menjelaskan bahwa kecintaannya pada gajah bukan sekadar klaim. Ia bahkan menyebut telah menyediakan 20.000 hektare lahan untuk konservasi gajah, dua kali lipat dari permintaan awal World Wildlife Fund (WWF) yang hanya meminta 10.000 hektare. Pernyataan ini memperlihatkan sisi pribadi seorang Prabowo yang jarang terekspos secara luas, yaitu sebagai penyayang satwa.

Emosi Politik dan Jejak Sejarah

Selain urusan simbol partai, Prabowo juga mengungkapkan ikatan emosional yang ia rasakan dengan PSI. Baginya, PSI masa kini mengingatkannya pada Partai Sosialis Indonesia yang dahulu dipimpin oleh Sutan Sjahrir, di mana ayah Prabowo pernah menjadi ketua.

“PSI versi lama yaitu Partai Sosialis Indonesia sekarang ada penerusnya Partai Solidaritas Indonesia,” katanya dengan nada bangga.

Ia melihat kesinambungan antara nilai-nilai yang diusung kedua entitas politik tersebut, terutama semangat solidaritas yang menjadi inti ideologi sosialis.

Demokrasi ala Prabowo: Bukan Gontok-Gontokan

Dalam pandangannya, demokrasi Indonesia harus dikembangkan melalui cara-cara yang lebih santun dan beradab. Ia menekankan bahwa perbedaan pandangan tidak boleh menjelma menjadi pertikaian terbuka atau saling menjatuhkan.

“Demokrasi bukan gontok-gontokan, bukan saling mencaci-maki dan mencari-cari kesalahan. Demokrasi yang kita anut harus memuliakan para pendahulu, seperti pepatah Jawa: mikul dhuwur, mendem jero,” tegas Prabowo.

Pernyataan ini mempertegas sikap politik Prabowo yang ingin menciptakan iklim demokrasi yang lebih harmonis, berlawanan dengan praktik politik yang bersifat konflikual.

Sindiran tentang Fusi Partai

Dengan nada berseloroh, Prabowo menyentil soal kemungkinan penggabungan partai politik, seperti praktik fusi yang terjadi di masa Orde Baru. Saat menyapa sejumlah ketua umum partai, ia sempat mengeluarkan candaan: “Apa ujungnya kita ini semua fusi saja ya jadi satu partai. Bagaimana?”

Namun, ia segera menarik ucapannya dan menegaskan bahwa fusi partai tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang plural dan penuh perbedaan. Menurutnya, sistem demokrasi modern lebih cocok diterapkan dibandingkan praktik fusi yang cenderung sentralistik.

Kritik terhadap ‘Serakahnomics’

Dalam bagian lain pidatonya, Prabowo melontarkan kritik terhadap praktik pengelolaan sumber daya nasional yang serakah, yang ia sebut sebagai “serakahnomics”. Ia menyayangkan masih banyak pihak yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa.

“Serakahnomics ini sudah lewat, nggak ada di buku, nggak ada di universitas ekonomi. Ini ilmu serakah,” ujar Prabowo.

Ia memperingatkan bahwa sikap rakus terhadap kekayaan negara bisa mengancam konstitusi dan kemakmuran rakyat. Prabowo mengajak semua pihak untuk menghentikan praktik tersebut dan kembali pada prinsip moral dan etika dalam mengelola negara.

Menolak Narasi ‘Indonesia Gelap’

Menanggapi isu pesimistis tentang kondisi bangsa, Prabowo secara tegas membantah narasi “Indonesia Gelap”. Ia menilai pembangunan nasional tengah berada di jalur yang benar, dengan capaian investasi yang membaik serta angka kemiskinan dan pengangguran yang menurun.

Ia bahkan menuduh ada aktor koruptor yang membayar massa untuk mendiskreditkan pemerintah melalui aksi unjuk rasa dengan slogan seperti “Indonesia Gelap” dan “Kabur Aja Dulu”.

“Mereka ingin Indonesia selalu gaduh, Indonesia selalu miskin,” katanya lantang.

Kongres Penuh Makna

Kongres PSI tersebut tidak hanya menjadi ajang politik biasa, tetapi juga ruang diskusi kebangsaan. Selain pidato dari Presiden Prabowo, acara dua hari itu juga menampilkan pemilihan raya internal yang kembali memilih Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI periode 2025–2030, serta pidato kebangsaan dari Presiden Joko Widodo di hari pertama.

Melalui pidatonya, Prabowo tidak hanya menyampaikan gagasan politik, tetapi juga memperlihatkan sisi personal, sikap reflektif terhadap demokrasi, serta pandangan tegas terhadap tantangan bangsa. Dengan penyampaian yang komunikatif dan penuh makna, ia berhasil membangun narasi yang menyatukan antara gagasan, sejarah, dan harapan masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index