KPR

KPR Subsidi Bertambah 350 Ribu Unit

KPR Subsidi Bertambah 350 Ribu Unit
KPR Subsidi Bertambah 350 Ribu Unit

JAKARTA - Upaya pemerintah dalam memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kembali menunjukkan hasil signifikan. Program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi yang dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat realisasi pembiayaan mencapai lebih dari 137 ribu unit rumah. Capaian ini menjadi indikator keberhasilan sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pengembang dalam menjawab kebutuhan dasar masyarakat terhadap tempat tinggal yang layak dan terjangkau.

BP Tapera mengungkapkan, total pembiayaan yang telah tersalurkan mencapai nilai sekitar Rp17 triliun. Penyaluran tersebut terlaksana melalui kerja sama dengan 38 bank penyalur serta dukungan dari hampir 6.900 pengembang yang aktif membangun rumah subsidi. Lokasi pembangunan tersebar luas di seluruh penjuru negeri, meliputi 33 provinsi dan 388 kabupaten/kota. Skala distribusi ini menegaskan bahwa program subsidi perumahan tidak hanya menyasar kawasan perkotaan, tetapi juga menjangkau wilayah pelosok.

“Penyaluran ini dilakukan melalui kemitraan dengan 38 bank penyalur dan melibatkan 6.896 pengembang yang membangun rumah subsidi di 10.321 lokasi, tersebar di 33 provinsi dan 388 kabupaten/kota,” ungkap Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho.

Melihat tingginya permintaan terhadap rumah subsidi, pemerintah memutuskan untuk menambah kuota subsidi rumah pada tahun anggaran berjalan. Kementerian Keuangan resmi menyetujui peningkatan kuota KPR bersubsidi dari sebelumnya 220.000 unit menjadi 350.000 unit rumah. Penambahan ini didukung anggaran negara sebesar Rp35,2 triliun.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap antusiasme masyarakat serta pentingnya menyediakan hunian yang layak dan terjangkau. Keputusan penambahan kuota tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari keputusan sebelumnya. Dalam beleid tersebut tertuang rincian alokasi anggaran investasi pemerintah yang diarahkan untuk mendukung program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, penambahan target program FLPP menjadi langkah yang sangat strategis,” demikian tercantum dalam kebijakan tersebut.

Dukungan pemerintah ini tidak berdiri sendiri. BP Tapera turut memperluas kolaborasi dengan berbagai mitra strategis guna mempercepat pencapaian target nasional di sektor perumahan. Komisioner Heru Pudyo Nugroho menyatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya kini bekerja sama dengan 39 bank penyalur, 20 asosiasi pengembang, dan tujuh manajer investasi. Seluruh pihak ini diharapkan dapat berperan aktif dalam menyukseskan program perumahan untuk rakyat.

“Kami menggandeng 39 bank penyalur, 20 asosiasi pengembang, dan 7 manajer investasi untuk mempercepat pencapaian target program perumahan nasional,” jelas Heru.

Seiring dengan realisasi dan target baru tersebut, perkembangan backlog perumahan menjadi indikator lain yang perlu dicermati. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka kekurangan kepemilikan rumah menunjukkan tren positif. Pada 2021, jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah tercatat sebesar 12,71 juta unit. Namun, angka ini menurun signifikan menjadi 9,90 juta unit pada 2023.

Tak hanya dari sisi kepemilikan, indikator kepenghunian juga menunjukkan perbaikan. Backlog berdasarkan kepenghunian tercatat turun dari 6,98 juta menjadi 6,69 juta rumah tangga. Penurunan ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat yang dapat tinggal di rumah milik sendiri, bukan hanya menyewa atau menumpang.

“Penurunan backlog ini tidak lepas dari sinergi berbagai pihak. Pemerintah pusat melalui dukungan anggaran, sektor perbankan dari sisi pembiayaan, pengembang dari sisi pasokan, serta tentu saja masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan hunian,” lanjut Heru.

Program KPR subsidi ini memang tidak sekadar menyasar angka penyaluran, namun juga membawa dampak ekonomi yang lebih luas. Dengan meningkatnya pembangunan rumah subsidi, sektor properti menggeliat, lapangan kerja tercipta, dan roda perekonomian lokal bergerak lebih dinamis. Selain itu, keberadaan rumah yang layak dan terjangkau juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Peningkatan kuota subsidi juga menandai komitmen pemerintah dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan. Hunian layak tidak hanya dilihat sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai hak warga negara yang perlu dipenuhi melalui kebijakan inklusif. Apalagi, mayoritas penerima manfaat berasal dari kalangan MBR yang selama ini menghadapi kesulitan dalam mengakses pembiayaan perumahan dari pasar komersial.

Dengan semangat kolaborasi yang terus diperkuat antara regulator, sektor keuangan, dan pelaku pembangunan, program KPR subsidi diproyeksikan akan tetap menjadi tulang punggung strategi perumahan nasional. Komitmen tersebut diharapkan mampu mempercepat penurunan angka backlog sekaligus memperkuat ketahanan sosial melalui penyediaan tempat tinggal yang aman dan layak bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index