JAKARTA - Lonjakan kebutuhan rumah tangga terhadap gas elpiji 3 kilogram (gas melon) belakangan ini menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kota Blitar. Meskipun distribusi dari pihak penyedia dinyatakan berjalan normal, masyarakat tetap merasakan sulitnya mendapatkan tabung gas subsidi ini akibat cepat habisnya stok di tingkat pengecer dan pangkalan.
Fenomena ini tak sepenuhnya mencerminkan kelangkaan pasokan. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin) Kota Blitar, Hakim Sisworo, menjelaskan bahwa distribusi dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) ke pangkalan agen masih berlangsung seperti biasa, tanpa ada pengurangan kuota.
“Kalau distribusi dari SPPBE ke pangkalan agen itu tidak ada pengurangan, masih normal dari kuantitas,” ujarnya.
Masalah justru muncul di tingkat hilir, yakni di pangkalan dan pengecer. Di sinilah stok gas melon sangat cepat terserap oleh masyarakat. Dalam dua hari saja, tabung-tabung gas bisa ludes karena permintaan yang tinggi.
“Ketika sudah sampai di pangkalan itu, masyarakat banyak yang membutuhkan gas. Jadi dua hari bisa langsung habis. Bukannya langka, tapi adanya banyak permintaan,” kata Hakim.
Peningkatan penggunaan gas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah perubahan pola aktivitas masyarakat akibat cuaca yang tidak menentu. Ketika cuaca kurang bersahabat, warga cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, termasuk untuk memasak, sehingga kebutuhan terhadap gas rumah tangga pun meningkat.
“Kondisi ini berdampak pada lonjakan permintaan terhadap gas elpiji 3 kg secara signifikan,” tambahnya.
Situasi tersebut juga dirasakan langsung oleh para pengecer di lapangan. Yuliana, salah satu pengecer yang berada di Kecamatan Sukorejo, mengaku pendistribusian tabung gas mengalami keterlambatan beberapa hari. Meski ia biasanya menyetok sekitar 15 tabung per minggu, pengiriman terakhir sempat mengalami kemunduran.
“Biasanya saya menyetok seminggu sekali, dengan jumlah 15 tabung elpiji 3 kg. Cuma kemarin sedikit mundur, biasanya seminggu sekali, kemarin telat. Padahal sudah mencadangkan stok selama 2 hari, tapi itu pun habis,” ungkap Yuliana.
Situasi ini memunculkan keresahan di masyarakat karena kekhawatiran tidak bisa mendapatkan gas untuk kebutuhan harian. Beberapa warga bahkan mulai mencari-cari alternatif pasokan di luar wilayah tempat tinggal mereka.
Disperdagin Kota Blitar menyadari kondisi ini dan terus melakukan pemantauan ketat di lapangan. Mereka juga menjalin koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk agen distribusi dan pemerintah daerah, guna memastikan agar distribusi berjalan lancar dan adil.
“Penggunaan gas semakin meningkat, salah satunya dikarenakan faktor cuaca, ini otomatis membuat permintaan naik drastis,” akunya.
Meskipun distribusi tetap berjalan, Disperdagin mengimbau masyarakat agar tidak panik membeli gas secara berlebihan atau menyetok secara berlebihan. Hal ini bisa menimbulkan efek domino yang membuat stok di pasaran semakin cepat menipis.
Pihaknya berharap masyarakat tetap tenang dan tidak terbawa suasana panik yang hanya memperparah kondisi. Dengan distribusi yang tetap berjalan normal dan pengawasan dari instansi terkait, kebutuhan masyarakat diharapkan bisa tetap terpenuhi.
Lebih lanjut, Disperdagin juga tidak menampik kemungkinan bahwa pola distribusi ke pengecer bisa saja terhambat oleh faktor lain, seperti keterlambatan dari agen atau tingginya permintaan di lokasi tertentu. Oleh sebab itu, monitoring intensif dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan semua rantai pasok berjalan efektif.
Dalam menghadapi fenomena lonjakan permintaan ini, Disperdagin menegaskan pentingnya menjaga komunikasi yang intens antara pemerintah, agen, dan pengecer. Dengan sistem pelaporan yang cepat dan responsif, diharapkan setiap hambatan distribusi bisa diatasi segera sebelum berdampak luas ke masyarakat.
Pemerintah juga terus menekankan pentingnya penggunaan gas subsidi tepat sasaran. Masyarakat diharapkan tidak menyalahgunakan gas elpiji 3 kg, yang sejatinya ditujukan untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro. Pengawasan terhadap penggunaan dan distribusi ini akan diperketat agar subsidi dari pemerintah benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Sebagai tindak lanjut, Disperdagin juga sedang menyusun langkah strategis, seperti menambah titik distribusi sementara di wilayah-wilayah dengan permintaan tinggi atau melakukan operasi pasar terbatas. Hal ini dilakukan untuk mengatasi keluhan warga yang mulai kesulitan mendapatkan gas melon, meskipun distribusi sebenarnya tidak berkurang.
Dengan kondisi seperti ini, sinergi antar instansi dan peran aktif masyarakat menjadi kunci penting dalam menjaga kelancaran pasokan gas bersubsidi. Tanpa adanya panik buying, distribusi yang merata akan lebih mudah terwujud, dan potensi gangguan stok bisa diminimalkan.