JAKARTA - Aktivitas penyeberangan kapal cepat yang biasanya rutin dan lancar di Pelabuhan Senggigi, Lombok Barat, harus menghadapi hambatan signifikan akibat cuaca buruk yang melanda kawasan tersebut. Penundaan ini menjadi langkah penting demi menjaga keselamatan para penumpang dan awak kapal, sekaligus menegaskan betapa krusialnya koordinasi antarinstansi terkait dalam mengantisipasi kondisi maritim yang tidak menentu.
Pada hari yang dipengaruhi cuaca ekstrem tersebut, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Kantor Kesyahbandaran serta Otoritas Pelabuhan Kelas IV Padangbai mengeluarkan surat himbauan resmi dengan nomor SE-KSOP. PBI/3/ tahun 2025, yang mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM. 28 Tahun 2022. Peraturan ini mengatur tata cara penerbitan surat persetujuan berlayar dan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan, yang diadaptasi untuk situasi cuaca buruk demi menjamin keselamatan pelayaran.
Surat edaran tersebut merujuk pula pada prakiraan cuaca maritim di wilayah Selat Lombok bagian utara yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah II. Prakiraan ini menginformasikan potensi cuaca buruk dari pukul 08.00 WITA hingga pukul 07.00 WITA keesokan harinya. Kondisi tersebut menjadi dasar keputusan untuk menunda operasi kapal cepat di rute Padangbai – Pemenang, Padangbai – Senggigi, Padangbai – Nusa Penida, serta Padangbai – Serangan.
Sejumlah nakhoda kapal yang beroperasi di jalur-jalur tersebut melaporkan kondisi cuaca yang tidak kondusif untuk berlayar, sehingga penundaan menjadi opsi terbaik. Dalam surat himbauan, seluruh agen, operator kapal, dan nahkoda diminta menunda keberangkatan atau mencari tempat berlindung aman jika cuaca dianggap membahayakan.
Kepala UPT Pelabuhan Senggigi, Iskandar Zulkarnaen, SH., menguatkan bahwa penundaan ini adalah bagian dari prosedur standar operasional (SOP) yang berlaku ketika kondisi cuaca tidak mendukung aktivitas pelayaran. Ia menjelaskan bahwa koordinasi dengan BMKG menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan demi keselamatan.
Menurut Iskandar, surat himbauan dan peringatan gangguan cuaca yang tiba-tiba keluar sekitar pukul 08.30 WITA memberikan sinyal kuat agar kapal-kapal cepat menunda keberangkatan. Meskipun ada beberapa kapal yang sudah mulai berlayar, kondisi cuaca yang memburuk membuat penundaan harus diterapkan hingga sore hari.
Akibatnya, penyeberangan sempat lumpuh sementara. Kapal cepat yang sudah berada di laut pun harus kembali ke pelabuhan asal tanpa membawa penumpang. Sebagai solusi, para penumpang diarahkan menggunakan pelabuhan alternatif, yakni pelabuhan Lembar yang masih dapat melayani penyeberangan dengan kondisi yang lebih aman.
Iskandar juga menyebutkan bahwa kondisi penyeberangan sudah kembali normal setelah BMKG tidak lagi mengeluarkan peringatan cuaca buruk. Penumpang yang sempat terdampak telah bisa melanjutkan perjalanan dengan lancar.
Penundaan akibat cuaca buruk di Dermaga Senggigi ini mengingatkan pentingnya penerapan standar keselamatan dalam pelayaran laut, mengingat sifat cuaca yang mudah berubah dan bisa berpotensi membahayakan. Mengingat pelabuhan ini melayani rute-rute penting antar pulau, menjaga keselamatan operasional menjadi prioritas utama.
Selain menjaga keselamatan, penundaan ini juga memberi gambaran tentang pentingnya kolaborasi lintas lembaga, antara otoritas pelabuhan, operator kapal, BMKG, serta instansi terkait lainnya. Koordinasi yang baik memungkinkan pengambilan keputusan cepat dan tepat, sehingga mengurangi risiko kecelakaan dan gangguan layanan.
Pelabuhan Senggigi sendiri merupakan salah satu pelabuhan vital di Lombok Barat yang melayani penyeberangan antar pulau serta rute wisatawan ke destinasi populer seperti Nusa Penida dan Serangan. Dengan banyaknya aktivitas di pelabuhan ini, gangguan seperti cuaca buruk bisa berdampak signifikan bagi mobilitas masyarakat dan sektor pariwisata.
Dalam konteks yang lebih luas, fenomena cuaca buruk yang berpotensi mengganggu transportasi laut seperti ini juga menjadi pengingat pentingnya adaptasi terhadap kondisi alam, terutama di wilayah kepulauan seperti Indonesia. BMKG dan otoritas pelabuhan harus terus memperkuat sistem peringatan dini dan penyebaran informasi secara cepat dan akurat.
Ke depan, pihak pelabuhan dan operator kapal diharapkan terus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi gangguan cuaca, misalnya dengan memperbaiki prosedur evakuasi, menyediakan sarana penampungan aman bagi kapal yang berteduh, serta komunikasi efektif dengan penumpang agar mengurangi keresahan saat terjadi penundaan.
Dari sisi pengguna jasa, masyarakat pun diimbau untuk selalu memantau informasi cuaca dan jadwal keberangkatan terbaru, serta mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan penundaan, terutama pada musim tertentu saat cuaca buruk sering muncul.
Secara keseluruhan, kejadian penundaan di Dermaga Senggigi ini menjadi bagian dari dinamika pelayaran di wilayah laut Indonesia yang luas dan kompleks. Keselamatan tetap menjadi faktor utama yang menjadi pegangan seluruh pemangku kepentingan demi terciptanya layanan transportasi laut yang andal, aman, dan nyaman.