JAKARTA - Dari sebuah kecamatan yang dulunya hanya dikenal sebagai wilayah tambang biasa, Bahodopi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, kini menjelma menjadi simbol kemajuan industri nikel nasional. Setiap dini hari, lalu lintas kendaraan roda dua dan empat mulai ramai di jalanan utama kawasan ini. Ribuan pekerja berseragam bergegas memasuki kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), tempat mereka beraktivitas sebagai bagian dari ekosistem hilirisasi nikel terbesar di Indonesia.
Kawasan industri ini menjadi bukti nyata bagaimana investasi dan hilirisasi mampu menggerakkan roda ekonomi, membuka lapangan kerja, dan mendorong inovasi teknologi dalam pengolahan sumber daya alam.
Didirikan pada tahun 2013 melalui kolaborasi antara Bintang Delapan Group (Indonesia) dan Tsingshan Steel Group (Tiongkok), IMIP telah berkembang menjadi kawasan industri berbasis nikel terintegrasi. Tak hanya memproses bijih nikel mentah, kawasan ini juga menghasilkan berbagai produk bernilai tambah seperti stainless steel, carbon steel, hingga bahan baku baterai kendaraan listrik.
- Baca Juga Update Harga BBM Terbaru Agustus 2025
Hilirisasi dan Energi Berkelanjutan
Salah satu ciri khas IMIP adalah konsep hilirisasi yang menyeluruh—dari hulu hingga hilir—dengan pendekatan berkelanjutan. IMIP mengadopsi sistem Cogeneration Power Plant, yang memanfaatkan kembali uap panas dari proses produksi (seperti dari pabrik asam sulfat dan carbon steel) menjadi energi listrik. Konsep ini menyuplai hingga 70% kebutuhan listrik internal pabrik.
“Salah satu inovasi keberlanjutan yang bisa kami sampaikan adalah penggunaan Cogeneration Power Plant. Jadi, pabrik asam sulfat yang terintegrasi dengan HPAL ini tidak hanya menghasilkan bahan baku, tapi juga menghasilkan uap panas dari proses produksi, yang kemudian diubah menjadi listrik. Uap ini bisa mencukupi sekitar 70% kebutuhan listrik pabrik secara mandiri,” jelas Emilia Bassar, Direktur Komunikasi PT IMIP.
Tak hanya itu, IMIP juga tengah merancang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan target kapasitas 200 megawatt. Langkah ini sejalan dengan target bauran energi baru terbarukan nasional sebesar 23% pada tahun 2025. Sejumlah tenant bahkan sudah menggunakan kendaraan operasional bertenaga listrik, termasuk 130 dump truck dan 105 wheel loader.
Peluang Kerja dan Penguatan SDM Lokal
Transformasi kawasan IMIP juga ditandai dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja secara signifikan. Hingga Mei 2025, tercatat 85.423 tenaga kerja Indonesia bekerja di kawasan ini. Menariknya, sekitar 93% dari mereka berasal dari Pulau Sulawesi, dengan 15.317 orang berasal langsung dari Kabupaten Morowali.
Data perkembangan tenaga kerja menunjukkan peningkatan stabil sejak 2020. Dimulai dari 35.592 pekerja pada 2020, lalu naik ke 51.542 pekerja (2021), 68.466 pekerja (2022), 74.350 pekerja (2023), hingga 83.000-an pada 2024, dan kini 85.423 di 2025.
Achmanto Mendatu, Head of HR and Training PT IMIP menyampaikan, dari total tenaga kerja yang berasal dari enam provinsi di Pulau Sulawesi, 31% atau sekitar 26.445 orang berasal dari Sulawesi Tengah. Dari jumlah tersebut, pekerja dari Morowali mendominasi, yakni 15.317 orang, atau 58% dari pekerja asal Sulteng di kawasan industri tersebut.
“Kawasan IMIP akan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya di sekitar kawasan industri. Satu hal juga, sebagian besar pekerja di IMIP merupakan lulusan perguruan tinggi di seluruh Indonesia,” kata Achmanto.
Transfer Ilmu dan Peningkatan Kompetensi
Lebih dari sekadar membuka lapangan kerja, IMIP juga menjadi pusat pembelajaran bagi ribuan pekerja Indonesia. Transfer teknologi berlangsung aktif melalui pelatihan teknis, magang, hingga beasiswa pendidikan.
“Dahulu saya tidak mengetahui apa itu nikel dan bagaimana proses pengolahannya menjadi produk jadi. Tetapi setelah bekerja di tempat ini saya mengerti bahkan bisa mengoperasikan sejumlah peralatan produksi,” cerita Wardiman, salah satu karyawan tenant di IMIP.
IMIP juga menjalin kemitraan vokasi dengan berbagai institusi pendidikan dan pelatihan. Kolaborasi ini mendapat pengakuan dari Kementerian Perindustrian berupa penghargaan sebagai Mitra Vokasi Industri.
Kontribusi Sosial dan Ekonomi di Morowali
Dampak hilirisasi nikel di IMIP tak hanya terasa dalam sektor industri, namun juga dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Di Bahodopi, geliat pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) meningkat tajam. Jumlah UMKM melonjak dari 4.697 pada 2021 menjadi 7.643 pada 2025, dengan jenis usaha bervariasi, mulai dari warung makan, bengkel, agen perbankan, hingga penyedia alat pelindung diri (APD).
Apriliani, seorang pedagang yang berasal dari Kabupaten Banggai, mengaku terbantu secara ekonomi sejak berjualan di sekitar kawasan IMIP. “Keberadaan kawasan IMIP ini sangat membantu ekonomi keluarga. Walau hanya berjualan makanan, hampir setiap hari dagangan saya laris dan bisa mendapatkan keuntungan jutaan rupiah,” ujarnya.
Di bidang kesehatan, IMIP membangun dua klinik dan satu Rumah Sakit Tipe D Pratama Bahodopi yang kini dikelola oleh Pemda Morowali. Layanan ini terbuka untuk umum, dan pada 2023 tercatat telah melayani lebih dari 273.000 kunjungan.
Menuju Industri Hijau yang Inklusif
Dengan tiga klaster utama—stainless steel, carbon steel, dan EV battery—kawasan IMIP memiliki posisi strategis dalam mendukung Indonesia masuk ke dalam rantai pasok global kendaraan listrik. Produksi nikel tidak lagi sekadar ekspor bahan mentah, namun telah berubah menjadi industri bernilai tinggi yang mendorong pertumbuhan nasional.
Kini IMIP tak sekadar menjadi kawasan industri, melainkan juga simbol komitmen terhadap prinsip industri yang berwawasan lingkungan, berpihak pada masyarakat, dan berdaya saing tinggi.
Hilirisasi nikel di Morowali adalah bukti bahwa kemajuan industri bisa berjalan seiring dengan pemberdayaan manusia dan pelestarian lingkungan. Tantangan ke depan adalah menjaga keberlanjutan dan memastikan bahwa keberhasilan ini tetap memberikan manfaat inklusif bagi generasi yang akan datang.