Kemenkes

Kemenkes Fokus Deteksi Dini Gangguan Jiwa Anak

Kemenkes Fokus Deteksi Dini Gangguan Jiwa Anak
Kemenkes Fokus Deteksi Dini Gangguan Jiwa Anak

JAKARTA - Kesehatan jiwa anak dan remaja kini menjadi salah satu fokus penting dalam layanan kesehatan nasional. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai bahwa upaya deteksi dini terhadap gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi tak bisa lagi ditunda, terlebih di kalangan usia sekolah.

Salah satu pendekatan yang kini diterapkan adalah melalui program Cek Kesehatan dan Gizi (CKG) Sekolah, sebuah inisiatif yang tidak hanya menyoroti aspek fisik, tetapi juga menekankan pentingnya kesehatan mental. Program ini menyasar siswa dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dan dilengkapi dengan metode skrining khusus yang mudah diakses.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, Imran Pambudi, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap makin maraknya kasus gangguan jiwa di kalangan pelajar. Ia menegaskan pentingnya mendeteksi gejala awal agar intervensi bisa segera dilakukan. “Dari enam pertanyaan itu bisa dilihat indikasi ansietas atau depresi,” ujar Imran.

Imran menjelaskan, dalam pelaksanaannya, siswa akan mengisi instrumen skrining mandiri yang berisi enam pertanyaan singkat. Meski tampak sederhana, pertanyaan tersebut disusun secara ilmiah untuk memunculkan indikasi awal gangguan seperti kecemasan dan depresi. Hasil skrining ini nantinya menjadi landasan apakah seorang siswa perlu dirujuk ke tenaga profesional seperti dokter atau psikolog.

Pemerintah menyadari bahwa tantangan kesehatan mental di kalangan pelajar semakin kompleks. Tidak sedikit anak-anak dan remaja yang mengalami tekanan berat akibat faktor lingkungan, termasuk perundungan (bullying), tekanan akademis, hingga dinamika dalam keluarga. Imran menyebut bahwa fenomena menyakiti diri sendiri bahkan percobaan bunuh diri kini semakin sering ditemukan di lingkungan sekolah.

"Kami cukup concern karena banyak laporan menyayat diri sendiri pada anak SMP dan SMA," ungkapnya. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat di balik digencarkannya program skrining tersebut. Ia menambahkan bahwa kasus seperti ini harus ditangani sejak dini, sebelum berkembang menjadi gangguan yang lebih serius.

Namun demikian, Imran menekankan bahwa hasil dari skrining ini bukanlah diagnosis akhir. “Kalau hasil skrining mengarah pada gangguan, siswa dianjurkan menemui tenaga kesehatan,” ucapnya. Dalam hal ini, siswa akan diarahkan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut di fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas. Di sisi lain, bagi siswa yang tidak menunjukkan indikasi gangguan, program ini tetap memberikan edukasi penting terkait menjaga kesehatan jiwa.

Langkah pencegahan ini diharapkan bisa mengurangi beban kesehatan mental di masa depan. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, pandemi dan disrupsi digital telah menciptakan tekanan tambahan bagi generasi muda. Banyak remaja mengalami keterasingan sosial, kesulitan menyesuaikan diri dengan ritme belajar daring, serta meningkatnya eksposur terhadap konten negatif di media sosial.

Penerapan skrining kesehatan jiwa secara sistematis di sekolah menjadi strategi strategis yang tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga edukatif. Sekolah sebagai lingkungan utama bagi anak dan remaja dinilai sebagai tempat yang ideal untuk mengidentifikasi dan menangani masalah psikologis secara dini.

Dalam hal ini, peran guru, orang tua, dan tenaga kesehatan sekolah menjadi krusial. Masyarakat luas pun diimbau untuk lebih terbuka dalam membicarakan isu-isu kesehatan jiwa. Edukasi dan destigmatisasi terhadap gangguan mental menjadi kunci penting agar anak-anak tidak merasa takut atau malu untuk mengungkapkan perasaannya.

Kemenkes berharap bahwa ke depan, skrining kesehatan mental bisa menjadi bagian dari pemeriksaan rutin di sekolah-sekolah. Tidak hanya sebagai respons terhadap meningkatnya kasus, tetapi sebagai langkah membangun generasi muda yang sehat jiwa dan raga.

Melalui program seperti CKG Sekolah, pemerintah berupaya menunjukkan bahwa kesehatan mental memiliki porsi perhatian yang setara dengan kesehatan fisik. Ini sekaligus menjadi penegasan bahwa menjaga keseimbangan emosi dan psikologis sejak usia dini adalah bagian penting dari investasi masa depan bangsa.

Dengan kolaborasi antara pihak sekolah, tenaga kesehatan, dan orang tua, diharapkan setiap anak Indonesia bisa tumbuh dalam lingkungan yang mendukung, aman, dan sehat secara mental. Program deteksi dini ini bukan hanya alat skrining, tetapi juga pintu masuk menuju sistem perlindungan anak yang lebih inklusif dan proaktif dalam urusan kesehatan jiwa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index