JAKARTA - Ledakan kekayaan dari sektor kecerdasan buatan (AI) tahun ini menciptakan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ekonomi modern. Banjir investasi dan valuasi perusahaan AI melonjak drastis, menghasilkan puluhan miliarder baru dalam waktu sangat singkat. Peristiwa ini menandai babak baru dalam revolusi teknologi yang tak hanya mengubah wajah industri, tetapi juga lanskap kekayaan global.
Fenomena Penciptaan Kekayaan Terbesar dan Tercepat
Munculnya puluhan unicorn AI startup dengan valuasi di atas satu miliar dolar menjadi sorotan utama. Menurut data CB Insights, saat ini terdapat 498 unicorn AI dengan total valuasi mencapai 2,7 triliun dolar AS. Fakta mengejutkan lainnya adalah 100 perusahaan unicorn AI tersebut baru berdiri sejak tahun 2023, menandakan percepatan penciptaan kekayaan yang sangat luar biasa.
- Baca Juga Olahraga Ringan Bantu Atasi Insomnia
Andrew McAfee, seorang peneliti utama di MIT, menyatakan bahwa dalam lebih dari satu abad pengumpulan data, belum pernah terlihat gelombang penciptaan kekayaan sebesar dan secepat ini. Melambungnya harga saham perusahaan seperti Nvidia, Meta, Microsoft, dan pemain utama lainnya di sektor AI menambah efek domino dalam penciptaan kekayaan tersebut. Selain itu, lonjakan permintaan tenaga ahli dan insinyur AI dengan bayaran tinggi turut memperkuat dinamika ekonomi ini.
Startup AI dan Generasi Miliarder Baru
Tidak hanya perusahaan publik, perusahaan AI privat juga menghasilkan miliarder baru dengan kekayaan gabungan puluhan miliar dolar. Sebagai contoh, startup Thinking Machines Lab yang didirikan oleh mantan CTO OpenAI, Mira Murati, berhasil mengamankan pendanaan awal terbesar dalam sejarah senilai 2 miliar dolar AS, dengan valuasi perusahaan mencapai 12 miliar dolar AS.
Selain itu, Anthropic AI tengah melakukan negosiasi untuk mendapatkan pendanaan hingga 5 miliar dolar AS dengan valuasi sekitar 170 miliar dolar AS—nyaris tiga kali lipat dari valuasi pada bulan Maret. Anysphere, yang mengalami lonjakan valuasi dari 9,9 miliar dolar AS menjadi sekitar 18-20 miliar dolar AS hanya dalam beberapa minggu, berhasil membawa CEO muda Michael Truell menjadi miliarder baru pada usia 25 tahun.
Berbeda dengan gelembung dot-com era 1990-an, startup AI saat ini lebih tahan lama di ranah privat berkat aliran modal besar dari dana ventura, dana kekayaan negara, dan investor global. Pasar sekunder yang tumbuh pesat juga membuka peluang bagi pemegang saham untuk menjual kepemilikan mereka, memperkuat likuiditas dan daya tarik investasi di sektor ini.
Perkembangan Pasar Sekunder dan IPO
Fenomena ini juga diikuti oleh lonjakan aktivitas merger, akuisisi, dan penawaran umum perdana (IPO). Dalam rentang waktu sejak 2023, tercatat 73 peristiwa "liquidity event" di sektor AI. Contohnya, investasi 14,3 miliar dolar AS oleh Meta di Scale AI membawa pendirinya, Alexandr Wang, bergabung dalam tim AI Meta, sementara rekan pendirinya, Lucy Guo, langsung membeli rumah mewah seharga 30 juta dolar AS di Hollywood Hills.
OpenAI bahkan dikabarkan tengah menggelar penjualan saham sekunder bagi karyawan, dengan valuasi yang diproyeksikan mencapai 500 miliar dolar AS, naik dari 300 miliar dolar AS pada pendanaan sebelumnya. Semua hal ini menunjukkan bahwa gelombang kekayaan AI terus bergulir dengan kecepatan tinggi.
Bay Area sebagai Pusat Ledakan Kekayaan AI
Konsentrasi kekayaan dan miliarder baru juga terjadi di Bay Area, khususnya San Francisco, yang kini memiliki 82 miliarder, melampaui New York yang memiliki 66 miliarder. Lonjakan harga properti di kota ini memecahkan rekor penjualan rumah mewah dengan harga di atas 20 juta dolar AS dalam jumlah tertinggi sepanjang sejarah.
Ledakan sektor AI telah mengubah citra San Francisco yang sebelumnya diprediksi akan mengalami kemunduran ekonomi menjadi pusat kemakmuran dan inovasi teknologi. Kota ini pun menjadi medan persaingan miliarder berikutnya dan pusat dinamika bisnis teknologi yang sangat pesat.
Kenaikan Kekayaan di Indonesia: Kisah Sukses DCI Indonesia
Di Indonesia, ledakan kekayaan serupa terlihat pada dua tokoh sukses, Otto Toto Sugiri dan Marina Budiman, yang masuk dalam daftar 10 orang terkaya di Indonesia. Kekayaan mereka meningkat pesat sepanjang tahun berjalan seiring dengan melonjaknya harga saham DCI Indonesia (DCII), perusahaan pusat data yang mereka miliki.
Berdasarkan data Forbes, kekayaan Otto Toto Sugiri naik lebih dari lima kali lipat menjadi sekitar 12,5 miliar dolar AS, sementara Marina Budiman melambung lebih dari enam kali lipat menjadi sekitar 9,1 miliar dolar AS. Saham DCII sendiri mengalami kenaikan luar biasa hingga 561,35% pada tahun ini, mencatat harga mencapai 281.075 rupiah per lembar saham.
Kesuksesan ini menegaskan bahwa potensi ekonomi di sektor teknologi dan data center Indonesia juga semakin menarik, sejalan dengan tren global yang menempatkan kecerdasan buatan dan infrastruktur digital sebagai pilar utama pertumbuhan masa depan.
Era Baru Kekayaan Digital
Ledakan investasi dan valuasi di sektor kecerdasan buatan menandai era baru penciptaan kekayaan yang cepat dan masif. Munculnya unicorn-unicorn baru, peningkatan valuasi perusahaan AI privat, dan pertumbuhan pasar sekunder yang dinamis menunjukkan bahwa industri ini tidak hanya berkontribusi pada inovasi teknologi, tetapi juga pada transformasi ekonomi global.
Di tengah geliat ini, berbagai peluang bisnis dan investasi baru muncul, baik di pusat-pusat teknologi dunia seperti Bay Area maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Fenomena ini menunjukkan bahwa AI bukan hanya revolusi teknologi, tetapi juga revolusi ekonomi yang mampu menciptakan peluang kekayaan besar dan membuka pintu baru bagi pengusaha dan investor di seluruh dunia.