JAKARTA - Perilaku nasabah asuransi jiwa di Indonesia menunjukkan tren yang menarik: semakin banyak yang memilih membayar premi secara berkala dibandingkan premi tunggal atau sekali bayar. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat bahwa meskipun total premi reguler lebih tinggi, metode pembayaran ini tetap lebih diminati karena dianggap lebih fleksibel dan terjangkau bagi sebagian besar masyarakat.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menekankan bahwa dari total pendapatan premi di industri asuransi jiwa, mayoritas kini berasal dari premi reguler. “Sampai saat ini 63,2% dari total pendapatan premi di industri asuransi jiwa itu datangnya dari premi reguler atau berkala. Sementara 36,8% sisanya itu berasal dari premi yang sifatnya tunggal atau sekali bayar. Jadi terlihat bahwa premi berkalanya terus naik,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Data AAJI menunjukkan bahwa sepanjang semester pertama tahun ini, pendapatan dari premi tunggal tercatat menurun sebesar 9,6% menjadi Rp32,28 triliun. Angka ini memperlihatkan penurunan yang lebih tajam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, ketika premi tunggal hanya turun 0,5% dari Rp35,87 triliun. Penurunan ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi masyarakat dari pembayaran sekali bayar ke pembayaran rutin.
- Baca Juga KUR BRI 2025, Pinjaman UMKM Tanpa Ribet
Di sisi lain, pendapatan dari premi reguler terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil. Pada semester pertama tahun ini, premi reguler meningkat 4,8% (YoY) menjadi Rp55,32 triliun. Kenaikan ini konsisten dengan pertumbuhan pada semester I/2024 yang juga tercatat 4,8%, senilai Rp52,81 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin memandang premi reguler sebagai pilihan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Budi menilai tren ini menjadi cerminan komitmen pemegang polis dalam mempertahankan kepemilikan polis mereka secara berkelanjutan. “Ini mencerminkan komitmen masyarakat pemegang polis kami dalam mempertahankan kepemilikan polis mereka secara berkelanjutan,” kata dia.
Meski demikian, Budi enggan menanggapi lebih jauh apakah penurunan premi tunggal berkaitan dengan daya beli masyarakat yang melemah atau faktor ekonomi lainnya. Ia menegaskan bahwa peluang untuk melayani nasabah dengan tipe pembayaran apapun masih terbuka lebar. “Sehingga logikanya adalah ada semakin banyak masyarakat Indonesia yang terproteksi memiliki polis, dan terlihat dengan jumlah tertanggungnya,” ujarnya.
Jumlah tertanggung pada semester I/2025 meningkat 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi 12,07 juta orang. Menurut Budi, pertumbuhan jumlah tertanggung menjadi indikator positif bahwa kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa tetap terjaga, meski preferensi metode pembayaran premi berubah.
Tren penurunan premi tunggal terlihat jelas dari data tahunan AAJI. Pada 2021, pendapatan dari premi tunggal mencapai Rp55,99 triliun, turun menjadi Rp45,98 triliun pada 2022, Rp35,87 triliun pada 2023, dan Rp35,69 triliun pada 2024. Tahun ini, pendapatan premi tunggal tercatat sebesar Rp32,28 triliun. Sebaliknya, premi reguler justru mencatat kenaikan setiap tahun. Pada 2021, premi reguler sebesar Rp49,06 triliun, meningkat menjadi Rp49,7 triliun pada 2022, Rp50,37 triliun pada 2023, Rp52,81 triliun pada 2024, dan pada semester I/2025 mencapai Rp55,32 triliun.
Pertumbuhan premi reguler ini memperlihatkan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan jangka panjang, meski harus membayar jumlah total premi yang lebih besar dibandingkan pembayaran sekali. Pendekatan ini dinilai lebih sesuai dengan kondisi finansial sebagian besar nasabah, terutama mereka yang menginginkan manajemen risiko finansial yang lebih terencana dan konsisten.
Tren ini juga membuka peluang bagi perusahaan asuransi untuk menghadirkan produk-produk baru yang sesuai dengan preferensi masyarakat, termasuk kombinasi premi reguler dengan manfaat tambahan yang fleksibel. Budi menekankan bahwa industri asuransi jiwa tetap berkomitmen untuk menyediakan layanan yang dapat mengakomodasi beragam kebutuhan pemegang polis, baik yang memilih tipe tunggal maupun reguler.
Dengan adanya peningkatan jumlah tertanggung dan pertumbuhan premi reguler, industri asuransi jiwa menunjukkan daya tahan yang positif di tengah dinamika ekonomi. Tren ini diprediksi akan terus berlanjut, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya proteksi finansial jangka panjang dan perlunya perencanaan keuangan yang lebih disiplin.
Dengan data dan fakta yang ada, terlihat bahwa strategi fokus pada premi reguler dapat menjadi kunci bagi pertumbuhan berkelanjutan industri asuransi jiwa di Indonesia. Sementara itu, premi tunggal tetap menjadi pilihan bagi segmen tertentu, meski kontribusinya terhadap total pendapatan premi menurun dari tahun ke tahun.