JAKARTA - Dalam peta transisi energi Indonesia, tiga pemain utama mengusung strategi unik untuk menggarap potensi energi panas bumi nasional. PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO), PT Barito Renewables Energy (BREN), dan PT Dian Swastatika Sentosa (DSSA) masing-masing memilih jalur mereka sendiri—sinergi BUMN, optimalisasi aset, dan kolaborasi global—namun dengan tujuan yang sama: memperkuat kemandirian energi nasional.
PGEO: Sinergi BUMN untuk Geothermal Skala Nasional
PGEO menghadapi tantangan proyek panas bumi nasional lewat kekuatan sinergi antar-BUMN. Langkah konkretnya adalah pembentukan konsorsium bersama PT PLN Indonesia Power untuk mempercepat pengerjaan proyek geothermal berkapasitas total 530 MW, termasuk pengembangan PLTP Ulubelu dan Lahendong
Selain itu, PGEO tengah membidik tiga proyek utama: PLTP Hululais (110 MW) di Bengkulu, PLTP Gunung Tiga (55 MW) yang kini dalam fase eksplorasi dan sudah diresmikan Presiden Prabowo, serta proyek co-generation berbasis unit Binary di Lahendong (15 MW) dan Ulubelu (30 MW), dengan target COD sekitar 2027–2029 1.
PGEO menargetkan kapasitas terpasang mencapai 1 GW dalam dua tahun ke depan, dan hingga 1,7 GW pada 2034. Estimasi cadangan yang telah diidentifikasi mencapai 3 GW dari 10 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang dikelola
BREN: Optimasi Aset Lewat Teknologi Mutakhir
Sementara itu, BREN, milik konglomerat Prajogo Pangestu, memilih pendekatan berbeda dengan memaksimalkan aset eksisting melalui teknologi canggih. Anak usahanya, Star Energy Geothermal, tengah mengembangkan lima proyek panas bumi:
Salak Binary (16,6 MW), investasi US$45,5 juta, sudah COD Februari 2025.
Wayang Windu Unit 3 (30 MW), investasi US$106,3 juta, target COD Desember 2026.
Salak Unit 7 (40 MW), investasi US$133 juta, target COD Desember 2026.
Retrofitting Salak Units 4–6 (7,2 MW), investasi US$23 juta, target COD Agustus 2025.
Retrofitting Wayang Windu Units 1–2 (18,4 MW), investasi US$57 juta, target COD Januari 2026
With a total investment of US$365 million for an added capacity of 112 MW, BREN showcases technology-forward optimism featuring binary cycle systems, 3D turbine blades, compact power plants, and single flash technology. Presiden RI Prabowo Subianto bahkan meresmikan groundbreaking proyek tersebut secara daring di Kawah Ijen pada Juni 2025
DSSA: Kolaborasi Global Lewat JV Strategis
Grup Sinar Mas melalui DSSA mengarah pada model kolaborasi kuat. Melalui anak usahanya, PT DSSR Daya Mas Sakti, mereka telah menandatangani kesepakatan pembentukan joint venture (JV) dengan PT FirstGen Geothermal Indonesia (anak EDC, Filipina) pada 27 Agustus 2025 . JV ini menargetkan potensi pengembangan panas bumi hingga 440 MW di enam lokasi strategis: Jawa Barat, Flores, Jambi, Sumatra Barat, dan Sulawesi Tengah
Presiden Direktur DSSR DSSA, Lokita Prasetya, menegaskan bahwa JV ini sebagai sarana transfer teknologi dan memperkuat kapabilitas nasional. Francis Giles B. Puno dari EDC juga menekankan bahwa sinergi kehadiran global dan jaringan lokal akan memberi dampak panjang bagi sektor EBT Indonesia .
Siapa yang Lebih Menonjol?
Ketiga pendekatan—sinergi nasional (PGEO), optimalisasi aset (BREN), dan kolaborasi strategis (DSSA)—semuanya menunjukkan kekuatan masing-masing. PGEO memberi fondasi struktural lewat dukungan BUMN dan target jangka panjang. BREN memperlihatkan kecepatan lewat teknologi dan investasi yang telah berjalan. Sementara DSSA mengintegrasikan kapasitas global untuk memperkuat ekosistem lokal.
Dari perspektif kapasitas yang sudah direncanakan atau sedang jalan, PGEO memiliki potensi besar lewat konsorsium dan target hampir 2 GW ke depan. BREN sudah merefleksikan realisasi proyek yang lebih konkret dan berjalan. DSSA, meski baru memasuki fase JV, memiliki daya saing tinggi melalui kolaborasi internasional dan potensi 440 MW di proyek baru.
Dampak Strategis ke Depan
Semakin tajamnya kontribusi panas bumi dalam bauran energi nasional sangat terasa. Persaingan dan sinergi antar entitas ini mendorong akselerasi implementasi, transfer teknologi, dan keterlibatan ekonomi lokal. Jika PGEO, BREN, dan DSSA berhasil menjadikan proyek mereka nyata, Indonesia bisa memperkuat basis penyediaan energi bersih, stabil, dan merata.
Pengaruh positif ini juga berpotensi mendorong investasi, efisiensi operasional, dan transformasi energi berkelanjutan—dengan setiap entitas memainkan peran unik namun harmonis dalam perjalanan menuju kemandirian energi bersih