Lagi Gas 3 kg di Gunung Labuhan Langka

Rabu, 02 Juli 2025 | 08:00:05 WIB
Lagi Gas 3 kg di Gunung Labuhan Langka

JAKARTA - Warga Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, kembali menghadapi persoalan klasik yang kerap muncul dalam beberapa tahun terakhir: kelangkaan gas LPG 3 kilogram atau yang dikenal sebagai "gas melon". Kondisi ini sudah berlangsung hampir sepekan terakhir dan menyebabkan keresahan di tengah masyarakat, khususnya kalangan rumah tangga dan pelaku usaha kecil.

Kelangkaan ini bukan hanya terjadi di tingkat pengecer, tetapi juga mulai terasa di sejumlah pangkalan resmi. Banyak warung-warung yang biasa melayani masyarakat tidak lagi memiliki stok. Bahkan, beberapa pangkalan terpantau kosong total sejak beberapa hari terakhir.

“Sudah lima hari kami keliling, dari warung ke warung, tapi semua bilang kosong. Terpaksa kami pakai kayu bakar lagi untuk masak,” keluh Siti (37), seorang ibu rumah tangga di Kampung Gunung Labuhan.

Situasi tersebut mengulang pola krisis energi rumah tangga yang sempat mereda beberapa bulan lalu. Kini, warga kembali berjibaku mencari alternatif memasak sambil berharap suplai gas melon segera kembali normal.

Warung dan Pangkalan Kompak Kehabisan Stok

Warung pengecer yang biasanya menjadi tumpuan utama warga dalam memperoleh LPG 3 Kg mengaku tidak mendapat kiriman tabung baru dari pangkalan. Beberapa pemilik warung menyebut bahwa dalam sepekan terakhir, tidak ada pasokan dari agen atau distributor utama.

“Biasanya seminggu dua kali kami dikirimi. Tapi sekarang sudah hampir tujuh hari tidak datang. Kalau pun ada, langsung habis dalam beberapa jam,” ujar Dayat, pemilik warung di pinggir Jalan Lintas Barat Gunung Labuhan.

Kondisi serupa juga terjadi di beberapa pangkalan resmi yang biasanya mendapat jatah langsung dari agen. Kelangkaan ini membuat harga di pasar liar melonjak. Meskipun harga eceran tertinggi (HET) telah ditetapkan pemerintah daerah, dalam praktiknya, harga tabung bisa melambung hingga dua kali lipat.

Kebutuhan Energi Rumah Tangga Terganggu

Gas LPG 3 Kg selama ini merupakan sumber energi utama bagi sebagian besar rumah tangga menengah ke bawah di Gunung Labuhan. Selain untuk kebutuhan dapur sehari-hari, gas melon juga digunakan oleh pelaku usaha kecil seperti penjual gorengan, warung makan, dan pedagang kaki lima.

Ketika pasokan gas terhambat, aktivitas ekonomi rakyat ikut terganggu. Tidak sedikit pelaku usaha mikro yang terpaksa menghentikan aktivitasnya sementara karena tidak memiliki alternatif bahan bakar lain yang efisien dan terjangkau.

“Saya sampai tutup dua hari karena nggak dapat gas. Kalau beli di luar harganya sudah Rp 35.000 sampai Rp 40.000. Enggak bisa nutup biaya jualan,” ungkap Wahyu, pedagang mi ayam keliling.

Kondisi ini memperlihatkan betapa pentingnya peran distribusi gas LPG yang stabil dalam menopang perekonomian lapisan bawah masyarakat. Ketika distribusi terganggu, bukan hanya dapur rumah tangga yang terganggu, tetapi juga roda ekonomi rakyat kecil ikut terhambat.

Distribusi Perlu Dievaluasi, Pengawasan Diperketat

Kelangkaan LPG 3 Kg di Gunung Labuhan memunculkan pertanyaan soal efektivitas distribusi dan pengawasan pemerintah terhadap jalur pendistribusian. Pemerintah daerah maupun Pertamina selaku penyedia, dinilai perlu segera turun tangan untuk menelusuri di mana letak kendala sebenarnya.

Tidak sedikit pihak yang menduga bahwa kelangkaan ini bisa disebabkan oleh permainan oknum di jalur distribusi, baik itu penimbunan, pengalihan distribusi, atau ketidaktepatan sasaran penyaluran subsidi.

“Kalau memang jatahnya ada dan distribusi berjalan, kenapa sampai seminggu warga tidak dapat? Ini harus diselidiki serius,” ujar Firdaus, tokoh masyarakat di Kampung Gunung Katun.

Pemerintah daerah dan aparat terkait diharapkan dapat segera melakukan inspeksi mendadak ke pangkalan-pangkalan maupun agen distribusi, agar kelangkaan tidak berlangsung lebih lama. Selain itu, penguatan data penerima subsidi gas melon juga dinilai penting agar bantuan energi ini benar-benar menyasar rumah tangga dan UMKM yang berhak.

Kebutuhan Solusi Jangka Panjang

Kelangkaan gas LPG 3 Kg yang terus berulang menunjukkan bahwa permasalahan ini bukan hanya soal distribusi harian, tetapi juga menyangkut kebijakan energi yang lebih besar. Pemerintah pusat dan daerah dituntut untuk menyusun solusi jangka panjang, termasuk memperluas akses energi alternatif yang terjangkau bagi masyarakat kecil.

Salah satu solusi yang pernah diwacanakan adalah konversi ke kompor listrik atau bioenergi, namun belum terealisasi secara masif di daerah-daerah seperti Gunung Labuhan yang masih bergantung pada tabung LPG subsidi.

Sementara itu, warga berharap adanya kepastian distribusi dalam waktu dekat agar kehidupan sehari-hari dapat kembali berjalan normal. Banyak yang mengaku bersedia antre panjang jika memang gas tersedia, dibanding harus mencari dari tempat ke tempat tanpa hasil.

Krisis ketersediaan LPG 3 Kg di Kecamatan Gunung Labuhan menjadi potret nyata kerentanan sistem distribusi energi bersubsidi yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat kecil. Ketika pasokan terputus meski hanya beberapa hari, dampaknya terasa sangat luas — dari dapur rumah tangga hingga sendi ekonomi mikro.

Pemerintah diharapkan tidak hanya merespons dengan imbauan atau intervensi sementara, tetapi juga menghadirkan langkah konkrit jangka panjang yang menjamin energi terjangkau dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Terkini