BEI Perkuat Regulasi dan Edukasi Pasar Modal Syariah

Senin, 28 Juli 2025 | 08:44:46 WIB
BEI Perkuat Regulasi dan Edukasi Pasar Modal Syariah

JAKARTA - Upaya memperkuat pasar modal syariah terus menjadi fokus Bursa Efek Indonesia (BEI). Tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi juga edukasi dan pengembangan produk menjadi elemen penting dalam menjaga kepercayaan dan mendorong partisipasi investor syariah. BEI menegaskan bahwa keberlangsungan pasar syariah sangat bergantung pada keseimbangan antara ketatnya prinsip dan kesiapan pelaku.

Salah satu hal yang kembali ditegaskan oleh BEI adalah bahwa tidak semua emiten yang pernah masuk dalam daftar efek syariah akan selamanya bertahan di dalamnya. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh, menjelaskan bahwa mekanisme seleksi dilakukan secara berkala setiap enam bulan, yaitu pada bulan Mei dan November. Emiten yang tidak lagi memenuhi kriteria seleksi, terutama dari sisi struktur keuangan dan aktivitas usaha, dapat dikeluarkan dari daftar tersebut.

Irwan mencontohkan kondisi di mana sebuah perusahaan bisa masuk daftar karena rasio keuangannya sesuai prinsip syariah. Namun, jika kemudian perusahaan itu menambah utang berbasis bunga atau menerima pendapatan tidak halal dalam porsi yang signifikan, maka kemungkinan besar status syariahnya akan gugur. Kasus Indosat menjadi contoh nyata bagaimana perubahan rasio keuangan dapat mempengaruhi status syariah emiten, di mana perusahaan tersebut sempat dikeluarkan dan kemudian kembali masuk setelah memperbaiki indikator keuangannya.

Perubahan regulasi juga menjadi bagian dari reformasi pasar syariah. BEI kini mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terbaru yang menggantikan aturan sebelumnya. POJK Nomor 8 Tahun 2025 tentang Daftar Efek Syariah mengatur rasio utang berbasis bunga terhadap total aset maksimal 45 persen, yang akan diturunkan secara bertahap menjadi 33 persen dalam sepuluh tahun ke depan. Di samping itu, batas maksimal pendapatan tidak halal ditetapkan 10 persen dan akan diketatkan menjadi 5 persen mulai tahun depan.

Irwan menyebut ketentuan baru ini penting untuk memperkuat integritas pasar modal syariah, mengingat pertumbuhan jumlah investor syariah yang cukup pesat. Namun, ia menekankan bahwa tantangan utama yang terus dihadapi adalah soal edukasi publik dan keterbatasan infrastruktur. Jumlah investor meningkat, tetapi kesadaran dan pemahaman tentang prinsip serta mekanisme syariah masih rendah.

Keterbatasan juga terlihat dari masih sedikitnya perusahaan sekuritas yang menyediakan Sharia Online Trading System (SOTS). Dari sekitar 95 Anggota Bursa, hanya 20 yang menyediakan layanan tersebut. Hal ini, menurut Irwan, berkaitan erat dengan pertimbangan bisnis masing-masing perusahaan sekuritas. Belum semua melihat potensi keuntungan yang cukup menjanjikan dari layanan ini, meskipun tren investor syariah terus tumbuh.

Untuk menjawab kebutuhan pasar, BEI juga sedang mengembangkan produk baru berbasis emas bernama ITF Emas. Produk ini dirancang agar sesuai dengan prinsip syariah dan menarik bagi investor yang ingin menempatkan dana di instrumen yang lebih stabil dan aman. Menariknya, dalam satu peraturan yang sedang dibahas bersama OJK, ketentuan konvensional dan syariah disatukan, berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang selalu memisahkan dua kategori tersebut.

Kepercayaan investor juga diperkuat dengan dukungan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), terutama Fatwa No. 157 Tahun 2024 tentang perlindungan aset investor syariah. Fatwa ini menegaskan bahwa lembaga seperti Securities Investor Protection Fund (SIPF) juga melindungi investor syariah, sama seperti investor konvensional. Namun Irwan mengingatkan bahwa pemahaman tentang perlindungan ini masih minim dan perlu disosialisasikan secara masif.

Saat ini, terdapat 28 fatwa DSN-MUI yang relevan dengan pasar modal syariah. Di antaranya menjadi landasan penting bagi pengembangan instrumen syariah, termasuk fatwa tentang reksa dana, prinsip perdagangan, layanan kustodian, serta saham syariah. Irwan berharap, kehadiran regulasi dan fatwa ini tidak hanya memperkuat struktur formal, tetapi juga membangun kepercayaan dan kenyamanan berinvestasi bagi publik.

Dari sisi teknologi, pasar modal syariah dinilai memiliki peluang besar untuk berinovasi, terutama melalui pemanfaatan blockchain. Irwan berpendapat bahwa teknologi ini sejalan dengan prinsip syariah karena memberikan transparansi dan menjamin integritas setiap transaksi. Namun ia mengingatkan, penerapan teknologi seperti blockchain atau kecerdasan buatan harus disesuaikan dengan skala dan kesiapan pasar. Terlalu agresif dalam adopsi teknologi bisa kontraproduktif.

Dalam konteks dinamika pasar global dan tekanan suku bunga tinggi, instrumen syariah seperti sukuk korporasi tetap memiliki peluang, meski tantangan tetap ada. Irwan menyebut bahwa selama kebutuhan pendanaan sejalan dengan minat investor, penerbitan sukuk tetap relevan. Namun demikian, tekanan global bisa mengurangi selera investor institusi terhadap instrumen berbasis pendapatan tetap.

Dari sisi emiten, sektor-sektor yang dominan dalam indeks saham syariah seperti ISSI dan JII berasal dari industri consumer goods, telekomunikasi, energi, dan bahan baku dasar. Hal ini mencerminkan sektor-sektor yang relatif stabil dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan prinsip keuangan syariah. Informasi rinci mengenai komposisi indeks dan emiten syariah tersedia secara terbuka di situs resmi BEI.

Secara keseluruhan, upaya BEI bersama OJK dalam mendorong pertumbuhan pasar modal syariah diarahkan pada penciptaan sistem yang inklusif dan efisien. Langkah-langkah penguatan regulasi, pengembangan produk berbasis prinsip syariah, serta literasi dan edukasi masyarakat menjadi pilar utama dalam menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Bagi investor dan pelaku pasar, pemahaman terhadap prinsip, regulasi, dan peluang di pasar modal syariah akan menjadi kunci dalam mengambil keputusan investasi yang aman dan beretika.

Terkini