Properti Bangkit Berkat PPN DTP

Senin, 28 Juli 2025 | 10:37:38 WIB
Properti Bangkit Berkat PPN DTP

JAKARTA - Dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus memperluas dampak positif kebijakan fiskal, pemerintah mengambil langkah strategis dengan memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% bagi pembelian rumah hingga akhir 2025. Kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa sektor properti tetap menjadi tumpuan dalam memacu aktivitas ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berupa hunian layak.

Insentif yang awalnya dijadwalkan hanya berlaku 100% untuk paruh pertama 2025 dan dikurangi menjadi 50% pada paruh kedua, kini resmi diperpanjang dalam bentuk penuh. Artinya, masyarakat masih dapat menikmati pembebasan PPN hingga Rp2 miliar untuk pembelian rumah tapak atau rumah susun. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak sekadar merespons dinamika pasar, tetapi juga membaca kebutuhan jangka menengah terhadap akses kepemilikan rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai bagian dari strategi mendorong efek berganda atau multiplier effect terhadap sektor-sektor terkait serta penciptaan lapangan kerja yang luas. Ia mengatakan, "Terkait dengan fasilitas PPN DTP untuk properti yang seharusnya semester dua itu 50%, tadi disepakati untuk tetap 100%."

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025, yang juga menjadi kelanjutan dari upaya serupa sejak 2023. Melalui aturan tersebut, rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar tetap mendapatkan pengurangan pajak, tetapi diskon 100% hanya berlaku untuk hunian seharga maksimal Rp2 miliar. Dengan demikian, masyarakat yang membeli rumah senilai Rp2 miliar tidak lagi dikenai PPN. Sebaliknya, untuk rumah senilai Rp2,5 miliar, hanya selisih Rp500 juta yang dikenai PPN sebesar 11%, atau sekitar Rp55 juta.

Tak hanya menargetkan peningkatan penjualan properti, keputusan ini juga menjadi bentuk nyata dari komitmen pemerintah dalam memperluas akses terhadap rumah pertama bagi masyarakat. Respons dari para pengembang pun menunjukkan sinyal optimisme. Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera) melihat kebijakan ini sebagai peluang untuk membangkitkan kembali pasar properti yang sempat melambat.

Ketua Umum DPP Himpera, Ari Tri Priyono, menyatakan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi keputusan pemerintah dalam memperpanjang insentif PPN DTP serta menambah kuota rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Ia menyebut, “Kami bersyukur Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memerhatikan kebutuhan rakyat, terutama dalam hal pemenuhan papan. Hal tersebut tercermin dari dua keputusan strategis yang diambil baru-baru ini."

Penambahan kuota FLPP dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit dianggap sebagai langkah besar dalam menjawab backlog perumahan yang masih tinggi. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp35,2 triliun dari Bendahara Umum Negara untuk menopang skema ini. Kenaikan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235 tahun 2025, yang mengubah rincian pembiayaan anggaran untuk tahun berjalan.

Di sisi lain, kalangan pengembang lain juga menyuarakan harapan agar insentif seperti PPN DTP bisa diterapkan lebih panjang ke depan. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Djunaidi Abdillah, mendorong agar pembebasan PPN bisa diberlakukan sepanjang tahun untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha. Ia mengingatkan bahwa ketersediaan rumah ready stock membutuhkan waktu minimal enam bulan untuk pembangunan, sehingga kebijakan jangka pendek menyulitkan perencanaan bisnis.

Dari perspektif ekonomi makro, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada sektor perumahan. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, memaparkan bahwa insentif seperti PPN DTP dapat memberikan dorongan signifikan terhadap sektor properti, terutama pada segmen rumah tapak kecil. “Kalau syaratnya seperti sebelumnya, misalnya maksimal harga Rp2 miliar, maka insentif ini bisa sangat membantu pertumbuhan sektor properti terutama permintaan kepada rumah kecil, termasuk dari kelas menengah yang daya belinya turun,” jelas Faisal.

Faisal juga mencatat bahwa rumah kecil menjadi pilihan paling realistis di tengah situasi daya beli masyarakat yang menurun dan keterbatasan lahan. Dalam kondisi tersebut, hunian masuk kategori kebutuhan esensial setara dengan pangan. Penjualan rumah-rumah besar mungkin melambat, tetapi rumah tipe kecil justru menunjukkan pertumbuhan karena adanya insentif yang menarik bagi pembeli pertama.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa efektivitas insentif PPN DTP tetap berbeda dengan program bantuan langsung seperti subsidi upah atau diskon tarif listrik yang memiliki cakupan lebih luas. "Diskon listrik itu lebih luas penerimanya. Misalnya, rumah dengan daya 2.200 VA, mayoritas dari kelas menengah ke bawah semua dapat, sedangkan PPN DTP hanya menyasar masyarakat yang memang siap beli rumah, atau belum punya rumah dan ingin beli rumah pertama,” jelasnya.

Secara keseluruhan, langkah pemerintah dalam memperpanjang insentif PPN DTP dan menambah kuota rumah subsidi menegaskan peran strategis sektor properti sebagai instrumen pemulihan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, insentif fiskal tidak hanya menjadi stimulus jangka pendek, melainkan juga investasi jangka panjang dalam membangun masyarakat yang sejahtera dan produktif melalui kepemilikan rumah yang terjangkau.

Terkini