JAKARTA - Kemacetan, antrean panjang truk, dan ketidakpastian waktu bongkar muat telah lama menjadi wajah keseharian Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Sebagai salah satu pelabuhan utama di Indonesia, kawasan ini seharusnya memainkan peran vital dalam memperlancar arus barang nasional. Namun realitasnya, pelabuhan justru acap kali menjadi titik lemah dalam rantai logistik, terutama akibat sistem operasional yang belum efisien.
Kini, harapan baru hadir melalui implementasi Terminal Booking System (TBS). Sebuah sistem yang mengatur waktu kedatangan truk ke terminal, sehingga arus lalu lintas dan aktivitas bongkar muat menjadi lebih tertata. TBS akan segera diterapkan di Terminal Petikemas (TPK) Nilam dan TPK Berlian, dua terminal besar yang sebelumnya masih beroperasi dengan pola konvensional.
Inisiatif ini muncul setelah PT Terminal Teluk Lamong (TTL) menyatukan berbagai pihak dalam diskusi bersama—mulai dari operator pelabuhan, pengguna jasa logistik, hingga otoritas pelabuhan. Mereka duduk satu meja dengan tujuan yang sama: mencari solusi konkret agar pelabuhan bisa berjalan lebih efisien dan manusiawi.
Sebenarnya, konsep TBS bukanlah hal baru bagi TTL. Sistem serupa telah lebih dulu diterapkan di TPK Teluk Lamong dan mulai menunjukkan hasil positif. Namun, ekspansi ke dua terminal lain dianggap sebagai langkah strategis yang dapat menjadi titik balik penting dalam transformasi logistik nasional.
Secara teknis, TBS mengubah pola operasi pelabuhan yang selama ini cenderung bergantung pada kedatangan truk secara acak dan tanpa kendali. Dalam skema TBS, truk diwajibkan melakukan pemesanan slot waktu sebelum masuk terminal. Dalam sehari, tersedia enam slot waktu, masing-masing berdurasi empat jam.
Pengguna jasa logistik memilih waktu kedatangan yang sesuai dengan kapasitas terminal. Hal ini membuat distribusi kendaraan menjadi lebih merata, mengurangi penumpukan di satu waktu, serta meniadakan kebutuhan akan lahan parkir darurat yang selama ini justru memperparah kemacetan.
“Penerapan TBS merupakan langkah strategis mewujudkan sistem pelayanan yang lebih tertata, efisien, dan berorientasi pada keselamatan serta kenyamanan semua pihak,” ungkap Agustinus Maun, Kepala KSOP Utama Tanjung Perak.
Ia menegaskan bahwa sistem ini bukan hanya persoalan teknis administratif, melainkan bagian dari komitmen menyeluruh untuk menghindari kekacauan yang kerap terjadi akibat penumpukan kendaraan di kawasan pelabuhan. Dengan sistem pemesanan waktu yang disiplin, ruang gerak menjadi lebih luas dan potensi kecelakaan serta keterlambatan bisa ditekan secara signifikan.
Hal senada juga disampaikan oleh David Pandapotan Sirait, Direktur Utama TTL. Ia menilai bahwa manfaat dari penerapan TBS tidak hanya dirasakan pada skala lokal, tetapi juga merupakan bagian dari agenda besar pemerintah untuk melakukan digitalisasi sistem logistik nasional.
“Dengan Terminal Booking System ini, kedatangan truk menjadi lebih teratur,” kata David.
Ia menambahkan bahwa pengaturan ini merupakan bagian penting dari efisiensi sistemik, karena selama ini citra logistik Indonesia dikenal sebagai sistem yang lambat, mahal, dan tidak terintegrasi. Jika TBS dapat diterapkan secara konsisten, maka perlahan-lahan wajah logistik Indonesia bisa berubah menjadi lebih kompetitif di kancah regional maupun global.
Namun, sebagaimana kebijakan baru pada umumnya, tantangan terbesar justru berada pada tahap implementasi. Pertanyaan yang muncul bukan hanya soal kesiapan sistem, melainkan sejauh mana para pemangku kepentingan bersedia menyesuaikan diri dengan paradigma baru.
Apakah operator terminal siap melakukan kontrol yang lebih ketat? Apakah para pengemudi truk memahami pentingnya disiplin waktu dan bisa mematuhi jadwal yang telah dipesan? Pertanyaan-pertanyaan ini tak bisa dijawab dengan cepat.
Meskipun demikian, adanya upaya kolektif dari seluruh pihak yang terlibat mulai dari regulator, operator, hingga pengguna jasa menjadi indikasi positif bahwa perubahan ini sedang diarahkan ke jalur yang benar.
Lebih jauh lagi, sistem seperti TBS dapat membuka peluang untuk pengembangan teknologi digital logistik yang lebih luas, termasuk integrasi dengan sistem pelacakan barang, pembayaran digital, dan manajemen data real-time yang dapat membantu pengambilan keputusan berbasis analisis.
Ke depan, jika sistem ini berhasil dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin Tanjung Perak akan menjadi model pelabuhan cerdas (smart port) yang bisa direplikasi ke pelabuhan lain di Indonesia. Dari sinilah upaya panjang untuk membenahi rantai logistik nasional dapat menemukan titik terang.
Terminal Booking System memang bukan solusi instan, tapi menjadi langkah awal yang penting dalam menata ulang wajah pelabuhan dan menciptakan sistem logistik yang lebih andal. Di tengah kompleksitas masalah transportasi dan distribusi barang di Indonesia, keberanian untuk berubah adalah modal utama. Dan TBS, sejauh ini, adalah bentuk keberanian itu.