PERBANKAN

Babak Baru Kasus Penipuan Perbankan di Makassar Terduga Pelaku Dilaporkan ke Polisi

Babak Baru Kasus Penipuan Perbankan di Makassar Terduga Pelaku Dilaporkan ke Polisi
Babak Baru Kasus Penipuan Perbankan di Makassar Terduga Pelaku Dilaporkan ke Polisi

JAKARTA – Kasus dugaan penipuan perbankan yang menimpa Hatibu (64) di Makassar memasuki babak baru, dengan laporan terhadap sejumlah penyidik yang diduga melakukan perintangan penyidikan. Kasus ini, yang pertama kali dilaporkan pada Desember 2023, hingga kini belum menunjukkan perkembangan yang signifikan meskipun telah lebih dari satu tahun berjalan.

Hatibu, seorang pensiunan yang mengalami kerugian signifikan akibat penipuan ini, melaporkan perkara dengan nomor LP/B/1145/XII/2023/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN, pada 15 Desember 2023. Namun, hingga saat ini, kasus tersebut masih belum menemui titik terang, meskipun bukti-bukti dan saksi yang relevan sudah diperiksa.

Menurut kuasa hukum Hatibu, Maria Monika Veronika Hayr, penyidik yang menangani perkara ini sepertinya tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap kasus tersebut. Maria menjelaskan, pada awal penyidikan, pihak penyidik sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan. Namun, jaksa mengembalikan SPDP pada November 2024 karena dianggap tidak ada progres dalam perkara tersebut.

"SPDP ini sangat penting karena memungkinkan jaksa untuk memantau perkara tersebut hingga tahap pra-penuntutan. Tidak terbitnya SPDP mengindikasikan bahwa penyidikan ini tidak ditangani dengan serius," ujar Maria, Kamis.  Ia juga menambahkan, “Kami menduga ada pelanggaran kode etik dalam proses ini, bahkan ada kemungkinan terjadinya obstruction of justice, di mana penyidik sengaja menghalang-halangi proses hukum.”

Kerugian Besar yang Diderita Hatibu

Kerugian yang diderita oleh Hatibu sangat besar, mencapai sekitar Rp468 juta. Uang tersebut seharusnya diterima sebagai bagian dari dana pensiun yang setiap bulan bernilai sekitar Rp3,5 juta. Namun, karena terjerat dalam kasus ini, Hatibu hanya menerima sekitar Rp600 ribu per bulan selama 13 tahun terakhir, yang berarti total kerugiannya sudah hampir setengah miliar rupiah.

Maria menjelaskan, "Jika Hatibu menerima Rp3 juta per bulan, maka dalam satu tahun seharusnya ia menerima Rp36 juta. Dalam 13 tahun, kerugiannya sudah mencapai Rp468 juta."

Selain kerugian pribadi Hatibu, ada juga kerugian yang diderita oleh Bank BUMN di Takalar. Akibat tindak pidana yang dilakukan sindikat tersebut, Bank BRI Takalar mengalami kerugian negara sebesar Rp161 juta karena kredit macet. Hal ini menjadi bagian dari rentetan pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini, yang mencakup tindak pidana penipuan, penggelapan, pemalsuan surat, serta pelanggaran perbankan dan tindak pidana pencucian uang.

Kronologi Kasus Penipuan Perbankan

Perkara ini bermula pada September 2021, saat Hatibu didatangi oleh seseorang berinisial TI di Takalar. TI membujuk Hatibu untuk melakukan take over kredit dari Bank BRI Takalar ke Bank Woori Saudara Makassar. TI meyakinkan Hatibu bahwa kredit pensiun tersebut bisa dilunasi dalam waktu singkat, dan pensiunnya akan segera dicairkan. Hatibu yang terbuai dengan janji tersebut akhirnya menyerahkan fotokopi SK pensiun kepada TI.

Kemudian, TI menyerahkan fotokopi tersebut kepada FT, yang diduga sebagai anggota sindikat. Hatibu diarahkan untuk membuka rekening baru di Bank BRI Slamet Riyadi Makassar pada 1 Oktober 2021. Setelah itu, sejumlah transaksi janggal terjadi. Pada 5 Oktober 2021, Hatibu menandatangani perjanjian kredit di Bank Woori Saudara Makassar, namun hanya menerima Rp40 juta dari pencairan Rp195 juta, sementara sisanya dipegang oleh YN, salah seorang karyawan bank.

Maria menjelaskan bahwa setelah pencairan tersebut, Hatibu dibawa ke Bank BRI Galesong untuk melakukan penyetoran, namun dirinya tidak diizinkan untuk menghadap teller. "Tagihan dari Bank BRI Takalar terus datang, dan akhirnya Hatibu dan korban lainnya digugat oleh BRI Takalar karena kredit pensiunnya tidak terbayar," ujar Maria.

Penyidikan yang Tidak Menunjukkan Progres

Meskipun banyak bukti yang mengarah pada sindikat tersebut, kasus ini tidak menunjukkan perkembangan berarti. Penyidik di Polda Sulsel belum menetapkan tersangka, meskipun pelaku dan otak kejahatan sudah dapat dikenali. Maria menambahkan, "Kami merasa curiga, karena setelah lebih dari satu tahun, tidak ada perkembangan signifikan dalam kasus ini."

Selain itu, pihaknya juga menduga ada unsur pelanggaran etik dalam penanganan kasus ini, termasuk potensi obstruction of justice. "Kami sudah melaporkan tiga penyidik yang diduga terlibat dalam perintangan penyidikan, yakni AKP J, Ipda DA, dan Briptu KA, ke Propam Polda Sulsel," tegas Maria.

Tindak Lanjut yang Diharapkan

Penasihat hukum lainnya, Alfian Sampelintin, juga menegaskan bahwa kejadian ini telah menimbulkan kerugian keuangan negara. "Akibat tindakan pelaku, Bank BRI Takalar mengalami kerugian sebesar Rp161 juta karena dianggap sebagai kredit macet," ungkap Alfian.

Alfian berharap, Propam dan Paminal Polda Sulsel segera menindak oknum-oknum penyidik yang diduga melakukan penyimpangan. "Kami minta agar tindakan tegas diambil terhadap oknum penyidik yang tidak profesional, agar citra kepolisian tetap terjaga di mata masyarakat," ujar Alfian.

Kasus ini menjadi sorotan penting, bukan hanya terkait dengan tindak pidana perbankan, tetapi juga masalah integritas dalam penanganan hukum yang diharapkan tidak terhalang oleh penyimpangan dalam proses penyidikan. Hingga saat ini, masyarakat dan para korban menantikan kejelasan serta keadilan yang seharusnya segera ditegakkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index