JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan tipis pada awal pekan ini, didorong oleh pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) dan optimisme pasar terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok. Investor menaruh harapan besar bahwa perundingan antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut dapat meredakan ketegangan perdagangan global dan mendorong permintaan terhadap komoditas energi, termasuk minyak mentah.
harga minyak mentah berjangka Brent tercatat naik 44 sen atau sekitar 0,7% menjadi USD 66,91 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 59 sen atau 0,9% menjadi USD 65,17 per barel. Kenaikan ini turut memperpanjang tren penguatan harga minyak yang terjadi pekan lalu, di mana Brent naik 4% dan WTI melonjak hingga 6,2%.
Pelemahan nilai tukar dolar AS turut memberikan sentimen positif terhadap pasar minyak. Indeks dolar turun sebesar 0,2%, membuat harga minyak dalam mata uang dolar menjadi lebih terjangkau bagi negara-negara pengguna mata uang lainnya. Kondisi ini pada akhirnya meningkatkan daya beli dan permintaan terhadap minyak mentah.
Harapan Tinggi dari Pembicaraan AS-Tiongkok
Fokus utama pelaku pasar saat ini tertuju pada pembicaraan dagang antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan Tiongkok yang berlangsung di London. Pembicaraan ini didahului oleh komunikasi melalui telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Para analis menilai bahwa perundingan ini menjadi titik krusial dalam menentukan arah kebijakan perdagangan global ke depan.
"Diskusi antara AS dan Tiongkok hari ini mengenai tarif menghalangi minat jual," tulis para analis dari firma penasihat energi Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.
Sementara itu, analis komoditas dari IG, Tony Sycamore, mengatakan bahwa potensi tercapainya kesepakatan dagang dapat menjadi peredam bagi tekanan dari rilis data ekonomi negatif Tiongkok terhadap harga minyak. "Waktu yang buruk untuk minyak mentah, yang sedang menguji puncak kisaran dan hampir mencapai terobosan teknis di atas USD 65," kata Sycamore, mengacu pada harga WTI.
Tantangan dari Neraca Dagang dan Ekspor Tiongkok
Meskipun ada harapan terhadap perbaikan hubungan dagang, data ekonomi terbaru dari Tiongkok menunjukkan perlambatan yang signifikan. Ekspor Tiongkok ke AS anjlok hingga 34,5% pada bulan Mei, penurunan terbesar sejak Februari 2020. Impor dari AS juga turun lebih dari 18%, sementara surplus perdagangan Tiongkok dengan Amerika menyusut 41,55% secara tahunan menjadi USD 18 miliar.
Lebih lanjut, impor minyak mentah Tiongkok juga mengalami penurunan ke tingkat harian terendah dalam empat bulan. Hal ini disebabkan oleh pemeliharaan terencana yang dilakukan oleh kilang-kilang minyak milik negara dan independen di Tiongkok. Penurunan ini menjadi faktor pembatas dalam potensi lonjakan harga minyak mentah lebih lanjut.
Produksi OPEC dan Pengaruhnya terhadap Harga Minyak
Dari sisi pasokan global, produksi minyak dari negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dilaporkan naik pada bulan Mei, namun masih di bawah target yang direncanakan. Berdasarkan survei Reuters, OPEC memproduksi sekitar 26,75 juta barel per hari, naik 150.000 barel dari bulan sebelumnya.
Peningkatan terbesar dalam produksi berasal dari Arab Saudi, sementara Irak justru melakukan pemangkasan lebih lanjut untuk menyesuaikan diri setelah sebelumnya memproduksi di atas kuota. Uni Emirat Arab juga meningkatkan produksi, meskipun dalam jumlah lebih kecil dari yang diizinkan.
Kendati terdapat kekhawatiran bahwa peningkatan produksi OPEC+ pada bulan depan dapat menekan harga, sentimen pasar masih lebih kuat dipengaruhi oleh prospek kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok. Optimisme bahwa perjanjian tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi global membuat investor tetap bersikap positif terhadap komoditas energi.