JAKARTA - Gelombang perusahaan yang menghimpun dana di pasar modal semakin kencang sepanjang paruh pertama 2025. Kegiatan penghimpunan dana segar ini menjadi salah satu indikator kepercayaan pelaku usaha pada stabilitas perekonomian nasional. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga akhir Juni 2025, total emisi dari aksi korporasi di pasar modal mencapai Rp127,7 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 107 aksi korporasi yang terdiri atas penerbitan saham baru, penerbitan obligasi, dan instrumen pasar modal lainnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebutkan nilai penghimpunan dana melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dan obligasi korporasi masih menunjukkan tren yang positif. Menurutnya, minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal cukup tinggi meski tantangan ekonomi global masih membayangi.
“Total penghimpunan dana dari IPO, rights issue, obligasi, dan lainnya per Juni 2025 mencapai Rp127,7 triliun. Dari jumlah itu, terdapat 30 perusahaan yang telah melantai di bursa melalui IPO dengan nilai dana yang dihimpun sekitar Rp6,2 triliun,” kata Nyoman.
Ia menambahkan, masih ada 27 perusahaan lagi yang sedang dalam antrean proses IPO di BEI dengan nilai potensi penghimpunan dana yang diperkirakan mencapai Rp3,3 triliun. Dari sisi sektor, perusahaan yang berencana IPO kebanyakan berasal dari industri energi, barang konsumen, properti, dan keuangan.
Berdasarkan data BEI, sepanjang paruh pertama 2025, penerbitan obligasi korporasi juga cukup signifikan. Hingga Juni, nilai emisi obligasi telah menyentuh sekitar Rp40 triliun. Sejumlah perusahaan besar, terutama di sektor perbankan, konstruksi, dan energi, mendominasi penerbitan obligasi ini.
“Kepercayaan investor tetap kuat, terlihat dari tingginya tingkat penyerapan penawaran pada obligasi korporasi. Hal ini menandakan bahwa pasar masih sangat likuid dan investor ritel maupun institusi optimistis dengan kinerja perusahaan penerbit,” ujar Nyoman.
Dari sisi saham, BEI juga mencatat lonjakan aktivitas rights issue atau penawaran umum terbatas (PUT) pada semester pertama tahun ini. Tercatat sudah ada 21 emiten yang menerbitkan rights issue dengan total nilai mencapai Rp17 triliun. Langkah ini umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat permodalan, mengurangi utang, atau mendanai ekspansi usaha.
Selain penghimpunan dana, Nyoman mengungkapkan bahwa aktivitas pencatatan efek lain seperti warrant dan sukuk juga mulai menggeliat. Hal ini menunjukkan semakin bervariasinya instrumen investasi yang bisa dimanfaatkan emiten untuk mendiversifikasi sumber pendanaan mereka.
Secara keseluruhan, aktivitas korporasi di pasar modal pada 2025 ini terbilang lebih agresif dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk itu, BEI terus mendorong perusahaan yang membutuhkan permodalan agar menjadikan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan yang transparan dan terjangkau.
“Pasar modal memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, tidak hanya untuk mendapatkan dana segar, tetapi juga meningkatkan tata kelola, reputasi, hingga membuka peluang pertumbuhan bisnis yang lebih besar,” jelas Nyoman.
Meski pasar domestik masih cukup menjanjikan, Nyoman tak menampik bahwa fluktuasi global seperti pergerakan suku bunga The Fed, ketegangan geopolitik, dan harga komoditas tetap menjadi faktor risiko yang perlu diantisipasi perusahaan dan investor. Namun, ia optimistis dengan fundamental ekonomi Indonesia yang masih solid, pasar modal akan tetap menjadi pilihan utama bagi emiten.
Ia menambahkan, pihak bursa akan terus memberikan pendampingan dan edukasi kepada calon emiten agar proses IPO dapat berjalan lancar sesuai ketentuan. Pendekatan ini juga dilakukan guna memastikan perusahaan yang masuk ke bursa memiliki kualitas tata kelola yang baik serta prospek bisnis yang jelas.
“Dengan semakin banyak perusahaan yang masuk ke bursa, investor juga diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko mereka,” ujar Nyoman.Gelombang perusahaan yang menghimpun dana di pasar modal semakin kencang sepanjang paruh pertama 2025. Kegiatan penghimpunan dana segar ini menjadi salah satu indikator kepercayaan pelaku usaha pada stabilitas perekonomian nasional. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga akhir Juni 2025, total emisi dari aksi korporasi di pasar modal mencapai Rp127,7 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 107 aksi korporasi yang terdiri atas penerbitan saham baru, penerbitan obligasi, dan instrumen pasar modal lainnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebutkan nilai penghimpunan dana melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dan obligasi korporasi masih menunjukkan tren yang positif. Menurutnya, minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal cukup tinggi meski tantangan ekonomi global masih membayangi.
“Total penghimpunan dana dari IPO, rights issue, obligasi, dan lainnya per Juni 2025 mencapai Rp127,7 triliun. Dari jumlah itu, terdapat 30 perusahaan yang telah melantai di bursa melalui IPO dengan nilai dana yang dihimpun sekitar Rp6,2 triliun,” kata Nyoman.
Ia menambahkan, masih ada 27 perusahaan lagi yang sedang dalam antrean proses IPO di BEI dengan nilai potensi penghimpunan dana yang diperkirakan mencapai Rp3,3 triliun. Dari sisi sektor, perusahaan yang berencana IPO kebanyakan berasal dari industri energi, barang konsumen, properti, dan keuangan.
Berdasarkan data BEI, sepanjang paruh pertama 2025, penerbitan obligasi korporasi juga cukup signifikan. Hingga Juni, nilai emisi obligasi telah menyentuh sekitar Rp40 triliun. Sejumlah perusahaan besar, terutama di sektor perbankan, konstruksi, dan energi, mendominasi penerbitan obligasi ini.
“Kepercayaan investor tetap kuat, terlihat dari tingginya tingkat penyerapan penawaran pada obligasi korporasi. Hal ini menandakan bahwa pasar masih sangat likuid dan investor ritel maupun institusi optimistis dengan kinerja perusahaan penerbit,” ujar Nyoman.
Dari sisi saham, BEI juga mencatat lonjakan aktivitas rights issue atau penawaran umum terbatas (PUT) pada semester pertama tahun ini. Tercatat sudah ada 21 emiten yang menerbitkan rights issue dengan total nilai mencapai Rp17 triliun. Langkah ini umumnya dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat permodalan, mengurangi utang, atau mendanai ekspansi usaha.
Selain penghimpunan dana, Nyoman mengungkapkan bahwa aktivitas pencatatan efek lain seperti warrant dan sukuk juga mulai menggeliat. Hal ini menunjukkan semakin bervariasinya instrumen investasi yang bisa dimanfaatkan emiten untuk mendiversifikasi sumber pendanaan mereka.
Secara keseluruhan, aktivitas korporasi di pasar modal pada 2025 ini terbilang lebih agresif dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk itu, BEI terus mendorong perusahaan yang membutuhkan permodalan agar menjadikan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan yang transparan dan terjangkau.
“Pasar modal memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, tidak hanya untuk mendapatkan dana segar, tetapi juga meningkatkan tata kelola, reputasi, hingga membuka peluang pertumbuhan bisnis yang lebih besar,” jelas Nyoman.
Meski pasar domestik masih cukup menjanjikan, Nyoman tak menampik bahwa fluktuasi global seperti pergerakan suku bunga The Fed, ketegangan geopolitik, dan harga komoditas tetap menjadi faktor risiko yang perlu diantisipasi perusahaan dan investor. Namun, ia optimistis dengan fundamental ekonomi Indonesia yang masih solid, pasar modal akan tetap menjadi pilihan utama bagi emiten.
Ia menambahkan, pihak bursa akan terus memberikan pendampingan dan edukasi kepada calon emiten agar proses IPO dapat berjalan lancar sesuai ketentuan. Pendekatan ini juga dilakukan guna memastikan perusahaan yang masuk ke bursa memiliki kualitas tata kelola yang baik serta prospek bisnis yang jelas.
“Dengan semakin banyak perusahaan yang masuk ke bursa, investor juga diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko mereka,” ujar Nyoman.
Sementara itu, dari sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas pasar modal dengan pengawasan ketat terhadap penerbitan efek, baik saham maupun obligasi. OJK juga memastikan keterbukaan informasi dari emiten berjalan optimal sehingga investor dapat mengambil keputusan investasi secara tepat.
Selain penerbitan saham dan obligasi, investor pasar modal juga perlu mencermati perkembangan instrumen investasi lain seperti sukuk, reksa dana, dan exchange-traded fund (ETF) yang trennya juga meningkat di tahun ini. Produk-produk tersebut dinilai dapat menjadi alternatif diversifikasi portofolio bagi investor yang ingin mendapatkan potensi imbal hasil lebih stabil di tengah ketidakpastian global.
Sebagai catatan, jumlah investor pasar modal Indonesia per akhir Mei 2025 telah mencapai 13 juta Single Investor Identification (SID), meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah investor ini turut mendukung likuiditas pasar dan memperkuat posisi pasar modal sebagai pilar pendanaan nasional.
“Melihat tren positif ini, kami optimistis pasar modal Indonesia masih akan terus tumbuh dan menjadi pilar penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional ke depan,” pungkas Nyoman.
Sementara itu, dari sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas pasar modal dengan pengawasan ketat terhadap penerbitan efek, baik saham maupun obligasi. OJK juga memastikan keterbukaan informasi dari emiten berjalan optimal sehingga investor dapat mengambil keputusan investasi secara tepat.
Selain penerbitan saham dan obligasi, investor pasar modal juga perlu mencermati perkembangan instrumen investasi lain seperti sukuk, reksa dana, dan exchange-traded fund (ETF) yang trennya juga meningkat di tahun ini. Produk-produk tersebut dinilai dapat menjadi alternatif diversifikasi portofolio bagi investor yang ingin mendapatkan potensi imbal hasil lebih stabil di tengah ketidakpastian global.
Sebagai catatan, jumlah investor pasar modal Indonesia per akhir Mei 2025 telah mencapai 13 juta Single Investor Identification (SID), meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah investor ini turut mendukung likuiditas pasar dan memperkuat posisi pasar modal sebagai pilar pendanaan nasional.
“Melihat tren positif ini, kami optimistis pasar modal Indonesia masih akan terus tumbuh dan menjadi pilar penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional ke depan,” pungkas Nyoman.