GAS

Satu Harga LPG 3 Kg Atasi Ketimpangan

Satu Harga LPG 3 Kg Atasi Ketimpangan
Satu Harga LPG 3 Kg Atasi Ketimpangan

JAKARTA - Pemerintah tengah menggulirkan kebijakan strategis dalam sektor energi rumah tangga dengan fokus pada penyederhanaan harga LPG 3 kg. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi persoalan lama yang muncul akibat disparitas harga yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Harga jual LPG 3 kg yang tidak seragam, bahkan jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET), dinilai membuka celah spekulasi di lapangan dan menyulitkan masyarakat kelas bawah yang menjadi sasaran utama subsidi.

Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Salah satu poin penting yang disoroti adalah kemungkinan besar diberlakukannya LPG satu harga mulai 2026.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa kebijakan satu harga ini merupakan bentuk koreksi atas ketimpangan yang selama ini terjadi di lapangan. Menurutnya, masih banyak wilayah di Indonesia yang menjual LPG 3 kg jauh di atas HET yang ditetapkan, bahkan mencapai lebih dari dua kali lipat dari harga resmi.

“Ini ada kemungkinan nanti kita dalam pembahasan, dalam perpres, akan tentukan saja (LPG) satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ujar Bahlil saat menyampaikan pandangannya dalam rapat kerja bersama DPR.

Masalah Lapangan dan Ketidaksesuaian Harapan

Salah satu temuan yang memicu inisiatif tersebut datang dari laporan bahwa harga jual LPG 3 kg di lapangan bisa menyentuh angka Rp50 ribu per tabung. Padahal, pemerintah daerah umumnya telah menetapkan HET LPG 3 kg dalam kisaran Rp16 ribu hingga Rp19 ribu per tabung. Disparitas harga ini membuat subsidi yang seharusnya tepat sasaran menjadi tidak efektif.

“Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron,” lanjut Bahlil.

Masalah ini bukan hanya menyangkut persoalan harga semata, namun juga berdampak pada persepsi publik terhadap keadilan kebijakan energi pemerintah. Ketika subsidi tidak dapat dinikmati secara merata karena permainan harga di lapangan, kepercayaan masyarakat dapat terkikis.

Transformasi Subsidi LPG: Dari Komoditas ke Penerima Manfaat

Tak hanya mengusulkan satu harga, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga tengah menyiapkan transformasi sistem subsidi LPG 3 kg. Konsep subsidi akan diarahkan untuk langsung menyasar penerima manfaat, bukan lagi berbasis komoditas seperti saat ini. Dengan demikian, alokasi anggaran subsidi diharapkan menjadi lebih efisien, tepat sasaran, serta mampu menutup peluang penyimpangan.

Menurut Bahlil, pendekatan baru ini akan membutuhkan landasan data yang kuat, kesiapan infrastruktur distribusi, serta sensitivitas terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Ia menambahkan bahwa kementeriannya tengah menyusun perpres untuk mengakomodasi mekanisme baru tersebut.

“Untuk LPG, perpresnya kami lagi bahas. Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi,” katanya.

Penyesuaian Harga Berdasarkan Wilayah

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa meski kebijakan LPG satu harga akan diberlakukan, mekanismenya tidak bersifat kaku. Setiap provinsi akan memiliki penyesuaian harga sendiri, tergantung pada biaya distribusi dan aksesibilitas wilayah.

Ia mencontohkan, skema ini akan menyerupai pola penetapan harga bahan bakar Pertamax, di mana perbedaan harga di tiap daerah bisa terjadi karena mempertimbangkan logistik dan jarak distribusi dari pusat pasokan.

“Nanti hampir sama dengan Pertamax, setiap daerah itu kan berbeda, jadi ditetapkan (harganya) berdasarkan wilayah,” ujar Yuliot.

Dengan model ini, pemerintah tetap bisa menjaga prinsip keadilan harga tanpa mengabaikan faktor geografis dan teknis. Daerah-daerah terpencil dan kepulauan yang sebelumnya mengalami kelangkaan atau mahalnya harga LPG bisa terbantu melalui kebijakan distribusi yang lebih baik dan transparan.

Langkah Pencegahan dan Pengawasan

Penguatan pengawasan menjadi elemen penting dalam implementasi kebijakan ini. Jika tidak diimbangi dengan sistem pengawasan yang andal, kebijakan satu harga bisa kembali menimbulkan persoalan baru, seperti praktik penimbunan atau penyaluran tidak resmi.

Dalam skenario baru yang akan diterapkan, pemetaan penerima manfaat juga akan melibatkan kerja sama lintas sektor. Data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) serta sistem identitas digital nasional bisa menjadi acuan utama untuk menentukan siapa yang berhak menerima subsidi LPG 3 kg.

Dengan langkah-langkah pembenahan sistem, pemerintah berharap agar penyimpangan distribusi dan praktik penggelembungan harga dapat ditekan secara signifikan.

Reformasi Subsidi Energi sebagai Pilar Keadilan Sosial

Langkah ini bukan semata-mata koreksi teknis, melainkan bagian dari agenda besar reformasi subsidi energi nasional. Perubahan pendekatan dari subsidi komoditas ke subsidi langsung terhadap masyarakat berpendapatan rendah telah lama dirancang. LPG 3 kg menjadi salah satu simbol dari kebutuhan mendesak akan efisiensi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.

Reformasi ini juga mempertegas misi pemerintah dalam mendorong keadilan sosial, menjaga daya beli masyarakat kecil, dan meningkatkan efisiensi fiskal negara.

Dengan berbagai tantangan dan dinamika di lapangan, kebijakan satu harga LPG 3 kg dipandang sebagai strategi yang bisa menciptakan pemerataan manfaat energi bersubsidi. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada sinergi antarlembaga, kesiapan data yang akurat, serta pengawasan yang ketat.

Masyarakat pun diharapkan berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini agar LPG 3 kg betul-betul menjadi instrumen perlindungan sosial bagi kelompok yang membutuhkan, bukan ladang spekulasi bagi pihak tak bertanggung jawab.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index