JAKARTA - Tingginya ketergantungan terhadap sistem digital dalam aktivitas bisnis dan layanan publik di Indonesia menjadi perhatian utama berbagai pihak, termasuk pelaku industri asuransi. Dalam upaya memperkuat ketahanan digital nasional, PT Asuransi Asei Indonesia (Asuransi Asei) menyelenggarakan Talkshow Ketahanan Digital bertema “Membangun Ketahanan Digital: Inovasi Asuransi untuk Keamanan Siber”. Acara ini berlangsung secara hybrid dari Kantor Pusat Asuransi Asei di Gedung Menara KADIN Indonesia, Jakarta.
Talkshow ini mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai bidang, mulai dari regulator, perusahaan asuransi, industri teknologi, hingga pengusaha dan praktisi keamanan siber. Para pembicara antara lain Dirjen Pengawasan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Alexander Sabar, Koordinator Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital Sektor Keuangan dari BSSN, Baderi, IT Division Head IndonesiaRe Allan Prakosa, Direktur Utama JBBoda Indonesia Ricky S. Natapradja, CEO Privasimu Awaludin Marwan, serta Chairman Findanet Yosea Iskandar. Diskusi dipandu oleh Eryk Budi Pratama, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang AI dan PDP Kadin, yang juga berperan sebagai moderator.
Talkshow ini menjadi panggung penting untuk menyoroti urgensi proteksi terhadap sistem digital dari potensi serangan siber. Peserta forum menyoroti bahwa seiring berkembangnya digitalisasi, tantangan di bidang keamanan data dan sistem semakin kompleks dan berpotensi menimbulkan kerugian besar baik secara ekonomi, hukum, hingga reputasi.
Dalam sambutannya, Direktur Utama Asuransi Asei, Achmad Sudiyar Dalimunthe, menegaskan pentingnya adaptasi dunia usaha terhadap era digital yang penuh risiko. Ia menyampaikan bahwa transformasi digital memang membuka berbagai peluang, namun di sisi lain memunculkan celah kerentanan baru.
“Transformasi digital telah mengubah cara dunia usaha beroperasi, dari sistem manual ke otomatisasi berbasis teknologi. Sayangnya, peningkatan efisiensi ini juga diiringi meningkatnya paparan terhadap risiko serangan siber,” ujarnya.
Achmad menjelaskan bahwa bentuk ancaman yang dihadapi dunia usaha kini tak hanya sekadar kehilangan data, tetapi bisa berkembang menjadi serangan ransomware, pembobolan akun penting, hingga peretasan yang menyebabkan kerugian operasional jangka panjang. Karena itu, menurutnya, keberadaan asuransi risiko siber menjadi semakin vital.
“Perlindungan dari asuransi risiko siber bukan hanya untuk menutup kerugian finansial. Yang lebih penting adalah bagaimana asuransi ini bisa membantu proses pemulihan sistem, investigasi forensik digital, perlindungan hukum, hingga mendampingi perusahaan menghadapi krisis reputasi akibat insiden siber,” jelasnya.
Dalam forum tersebut, Dirjen Pengawasan Digital dari Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Alexander Sabar, mengungkapkan bahwa pemerintah tengah berfokus pada penyusunan kebijakan penguatan sistem keamanan digital nasional. Hal ini melibatkan pendekatan multi-sektor yang tidak hanya mengandalkan pemerintah sebagai regulator, tetapi juga pelaku industri sebagai aktor penting dalam implementasi ketahanan digital.
Sementara itu, perwakilan dari BSSN, Baderi, menekankan pentingnya sinergi antar lembaga dalam melindungi infrastruktur vital informasi, khususnya di sektor keuangan. Menurutnya, perlindungan terhadap aset digital bukan hanya soal teknis IT, tetapi harus menyeluruh hingga ke ranah manajemen risiko perusahaan.
Allan Prakosa dari IndonesiaRe menambahkan bahwa saat ini, risiko siber menjadi salah satu fokus baru dalam re-asuransi. Menurutnya, tren klaim terkait insiden siber cenderung meningkat setiap tahun, seiring dengan pesatnya adopsi teknologi oleh sektor korporasi.
Dari sisi pelaku bisnis, CEO Privasimu, Awaludin Marwan, membagikan pengalamannya menangani insiden kebocoran data dan pentingnya kesiapan perusahaan dalam membentuk tim respons cepat saat serangan terjadi. Ia juga mendorong perusahaan agar tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga membekali sumber daya manusia dengan literasi digital dan keamanan siber.
Ricky S. Natapradja dari JBBoda Indonesia menyambut baik inisiatif Asuransi Asei menggelar talkshow yang fokus pada aspek mitigasi risiko digital. Ia berharap acara semacam ini dapat menjadi rutinitas bagi industri perasuransian untuk memperluas pemahaman tentang pentingnya perlindungan digital.
Dalam kesimpulan diskusi, para pembicara sepakat bahwa pendekatan terbaik menghadapi risiko siber adalah kolaboratif, antara pemerintah, pelaku industri, perusahaan asuransi, dan sektor edukasi. Edukasi publik, pelatihan SDM, serta kesiapan teknologi dan keuangan seperti perlindungan asuransi menjadi satu kesatuan dalam membentuk ketahanan digital nasional.
Achmad Sudiyar Dalimunthe mengakhiri forum dengan ajakan bagi seluruh pelaku industri untuk tidak menunggu hingga serangan terjadi. Menurutnya, keamanan digital adalah investasi, bukan sekadar biaya.
“Mari kita wujudkan dunia usaha dan institusi yang tangguh secara digital. Yang siap menghadapi tantangan zaman, dan mampu tumbuh secara aman dan berkelanjutan. Dengan inovasi dan kerja sama yang erat, kita bisa menjaga kedaulatan digital Indonesia,” pungkasnya.
Talkshow ini juga menjadi bagian dari rangkaian upaya Asuransi Asei dalam memperkenalkan produk asuransi risiko siber yang mereka kembangkan, yang diharapkan dapat menjadi solusi tepat guna bagi perusahaan di berbagai sektor.