GAS

Kelangkaan Gas Melon di Berau

Kelangkaan Gas Melon di Berau
Kelangkaan Gas Melon di Berau

JAKARTA - Ketersediaan gas LPG 3 kilogram atau yang dikenal dengan gas melon kembali menjadi sorotan masyarakat di Kabupaten Berau. Di tengah upaya pemerintah menstabilkan harga energi bersubsidi, warga di sejumlah kecamatan justru menghadapi kenyataan pahit: gas melon kian sulit ditemukan dan harganya meroket jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.

Kondisi ini memicu keresahan di berbagai wilayah, mulai dari Tanjung Redeb hingga kecamatan-kecamatan terluar. Banyak warga mengeluh harus membayar dua kali lipat dari harga resmi hanya untuk mendapatkan satu tabung gas melon yang merupakan kebutuhan pokok rumah tangga.

Sebagian warung di kawasan Tanjung Redeb bahkan sudah menyatakan kehabisan stok sejak beberapa hari lalu. “Gas LPG 3 kg kosong sejak kemarin lusa,” demikian keterangan dari salah satu pedagang.

Meski HET untuk wilayah Tanjung Redeb telah ditetapkan di kisaran Rp 25.000 per tabung, kenyataannya harga di lapangan bisa melambung hingga Rp 50.000. Bahkan, di sejumlah daerah yang lebih terpencil atau jauh dari pusat distribusi, harganya dapat menembus angka Rp 60.000 hingga Rp 70.000 saat pasokan mulai langka.

Ungkapan keresahan warga tak hanya muncul di pasar atau lapangan, tetapi juga ramai dibahas di media sosial. Sejumlah warganet menyampaikan keluhan mereka melalui kolom komentar di berbagai platform komunitas online seperti Facebook Berauterkini.

Seorang pengguna melaporkan bahwa di Kecamatan Segah, harga gas melon bisa mencapai Rp 60.000. Ia menambahkan, jika kelangkaan semakin parah, harga bisa melonjak hingga Rp 70.000 per tabung. Warganet lainnya turut membenarkan, menyebut bahwa di daerah Tumbit Melayu dan Teluk Bayur, harga gas LPG 3 kg berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp 45.000. Ketika pasokan menipis, harganya bisa menembus Rp 50.000.

Kondisi serupa juga dialami warga Desa Suaran, Sambaliung. Di wilayah ini, harga per tabung gas melon dilaporkan mencapai Rp 55.000. Situasi ini mengindikasikan ketidakselarasan antara kebijakan pemerintah mengenai subsidi energi dan realitas distribusi di lapangan.

Padahal, pemerintah daerah telah menetapkan aturan yang cukup rinci mengenai HET untuk gas LPG 3 kg berdasarkan lokasi geografis dan tingkat kesulitan distribusi. Keputusan Bupati Berau No. 571 Tahun 2022 secara spesifik mengatur harga tertinggi yang diperbolehkan untuk penjualan gas elpiji subsidi di berbagai kecamatan di Kabupaten Berau.

Berikut ini rincian HET tabung gas LPG 3 kg bersubsidi berdasarkan wilayah di Kabupaten Berau:

Tanjung Redeb: Rp 25.000

Gunung Tabur (Batu-Batu): Rp 28.300

Sambaliung (Mangkajang): Rp 28.000

Sambaliung (Tumbit Dayak): Rp 28.500

Teluk Bayur (Labanan): Rp 28.000

Teluk Bayur (Tumbit Melayu): Rp 28.000

Kelay: Rp 31.500

Segah: Rp 30.500

Tanjung Batu (darat): Rp 30.500

Pulau Derawan (laut): Rp 36.000

Tabalar: Rp 30.500

Biatan: Rp 32.000

Talisayan: Rp 34.000

Batu Putih: Rp 37.000

Biduk-Biduk: Rp 40.000

Maratua (laut): Rp 38.000

Dengan adanya HET yang sudah dirancang sesuai kondisi geografis, distribusi, dan aksesibilitas wilayah, lonjakan harga yang terjadi saat ini jelas menjadi anomali yang memerlukan perhatian lebih lanjut dari pihak berwenang.

Di balik kelangkaan ini, masyarakat hanya bisa berspekulasi soal penyebabnya. Apakah karena distribusi yang terhambat, permainan dari pengecer, atau bahkan ada penimbunan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Namun satu hal yang pasti, kebutuhan akan gas melon adalah hal esensial bagi rumah tangga, terutama bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Tumpukan tabung gas elpiji yang tampak menggunung di salah satu agen di Tanjung Redeb menjadi pemandangan yang kontras dengan keluhan kekosongan stok di warung-warung kecil. Ini menimbulkan pertanyaan soal efektivitas distribusi dan pengawasan dari pihak berwenang.

Pemerintah Kabupaten Berau diharapkan segera merespons kondisi ini, baik melalui peninjauan ulang jalur distribusi maupun pengawasan terhadap pelaku usaha yang melanggar HET. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan distribusi gas subsidi juga perlu ditingkatkan, termasuk pelaporan harga yang tidak wajar kepada aparat terkait.

Jika kelangkaan dan kenaikan harga dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan berdampak pada sektor ekonomi kecil seperti pedagang makanan dan pelaku UMKM yang sangat bergantung pada gas LPG 3 kg. Mereka adalah kelompok yang paling rentan terdampak ketika distribusi energi bersubsidi tidak berjalan sesuai harapan.

Situasi di Berau ini seakan menjadi cermin tantangan nasional dalam menjaga agar subsidi energi dapat dinikmati secara merata dan adil. Subsidi yang semestinya menjadi alat keadilan sosial justru bisa menjadi beban tambahan bagi rakyat jika implementasinya tidak diawasi dengan ketat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index