Dokter

Deteksi Dini HIV lewat Dokter Gigi

Deteksi Dini HIV lewat Dokter Gigi
Deteksi Dini HIV lewat Dokter Gigi

JAKARTA - HIV/AIDS tetap menjadi tantangan serius bagi kesehatan masyarakat global, termasuk di Indonesia. Jumlah kasus yang terus meningkat menunjukkan urgensi deteksi dini untuk mengurangi dampak kesehatan yang lebih luas. Salah satu aspek yang jarang disadari adalah peran penting dokter gigi dalam mengenali gejala awal infeksi HIV/AIDS melalui rongga mulut. Gejala ini sering muncul sebelum tanda sistemik terlihat, menjadikan mulut sebagai “jendela” kesehatan tubuh.

Rongga Mulut sebagai Indikator Awal HIV/AIDS

Infeksi HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, membuat pasien rentan terhadap infeksi oportunistik, kanker sekunder, dan gangguan saraf. Menariknya, beberapa manifestasi penyakit muncul di rongga mulut, termasuk kandidiasis, leukoplakia berbulu, dan eritema gingiva linear. Gejala-gejala ini dapat terlihat bahkan sebelum infeksi sistemik muncul, sehingga deteksi melalui pemeriksaan oral menjadi langkah penting dalam pencegahan penyebaran penyakit.

Di Surabaya, yang menempati peringkat tertinggi kasus HIV/AIDS di Jawa Timur dengan lebih dari 15 ribu kasus, dokter gigi secara rutin menangani pasien dengan keluhan seperti karies, radang gusi, hingga sisa akar. Banyak dari pasien tersebut tidak menyadari status HIV mereka, sehingga kemampuan dokter gigi untuk mengenali tanda-tanda oral menjadi krusial.

Studi tentang Pengetahuan Dokter Gigi di Surabaya

Sebuah penelitian oleh tim Universitas Airlangga meneliti tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai manifestasi oral HIV/AIDS. Sebanyak 103 responden menjawab 20 pertanyaan seputar topik ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,4% dokter gigi memiliki pengetahuan sedang, 26,2% memiliki pengetahuan baik, dan 18,4% memiliki pengetahuan rendah.

Menariknya, studi ini menemukan bahwa durasi praktik dokter gigi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan mereka. Dokter dengan pengalaman praktik kurang dari 10 tahun cenderung lebih update mengenai manifestasi oral HIV/AIDS dibanding mereka yang praktik lebih lama. Hal ini dijelaskan melalui konsep fluid intelligence, kemampuan belajar dan memecahkan masalah baru yang cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Sementara crystallized intelligence, yang berkembang dari pengalaman rutin, kurang efektif dalam mengingat informasi baru yang jarang ditemui, seperti gejala oral HIV/AIDS.

Pengalaman Praktik dan Pelatihan Formal

Selain durasi praktik, studi ini juga meneliti apakah pengalaman merawat pasien HIV/AIDS atau mengikuti pelatihan lanjutan (Continuing Professional Development/CPD) berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dokter gigi. Hasilnya menunjukkan tidak ada hubungan signifikan. Artinya, pengalaman atau pelatihan formal saja tidak otomatis meningkatkan pemahaman praktis mengenai manifestasi oral HIV/AIDS.

Temuan ini menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan yang lebih aplikatif, misalnya melalui workshop berbasis kasus nyata dan praktik langsung, agar dokter gigi dapat lebih siap mengenali tanda-tanda HIV/AIDS secara efektif.

Pentingnya Edukasi Berkelanjutan

Dengan tingginya jumlah pasien HIV/AIDS di Surabaya, dokter gigi memegang peran kunci sebagai garda depan deteksi dini. Pengetahuan yang memadai tentang manifestasi oral tidak hanya membantu mendiagnosis infeksi lebih cepat, tetapi juga berperan dalam mencegah penularan lebih lanjut. Selain itu, peningkatan edukasi ini mendukung kualitas hidup pasien dan upaya pemerintah dalam mencapai target “Three Zeros” pada 2030: nol infeksi baru, nol kematian terkait AIDS, dan nol diskriminasi.

Dokter gigi yang teredukasi dengan baik mampu menjadi detektif awal dalam mendeteksi penyakit menular seperti HIV/AIDS, sehingga intervensi medis dapat dilakukan lebih cepat. Kesadaran untuk terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan menjadi kunci menghadapi tantangan kesehatan yang terus berkembang.

Peran Dokter Gigi dalam Penanggulangan HIV/AIDS

Rongga mulut merupakan cerminan kesehatan tubuh, dan dokter gigi berperan sebagai pengawas awal tanda-tanda penyakit serius. Studi di Surabaya menunjukkan bahwa pengetahuan dokter gigi mengenai manifestasi oral HIV/AIDS masih bervariasi dan tidak selalu sejalan dengan pengalaman atau pelatihan formal.

Oleh karena itu, penguatan kapasitas melalui edukasi berbasis praktik, workshop interaktif, dan pembaruan materi berbasis kasus nyata sangat diperlukan. Dengan pengetahuan yang memadai, dokter gigi tidak hanya dapat membantu pasien secara individual, tetapi juga berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat secara lebih luas.

Deteksi dini melalui rongga mulut adalah langkah strategis dalam menanggulangi HIV/AIDS. Kombinasi antara pengetahuan, keterampilan klinis, dan kesadaran profesional membuat dokter gigi menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan penyakit ini, sekaligus mendukung target nasional dan global dalam mengurangi dampak HIV/AIDS.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index