Mentri ESDM Pastikan Muhammadiyah Dapat Konsesi Tambang

Rabu, 23 Juli 2025 | 08:26:39 WIB
Mentri ESDM Pastikan Muhammadiyah Dapat Konsesi Tambang

JAKARTA - Pemerintah terus menunjukkan komitmennya untuk memberdayakan organisasi keagamaan melalui skema pemberian konsesi tambang, dengan prinsip keadilan dan transparansi. Setelah Nahdlatul Ulama (NU) memperoleh izin konsesi di Kalimantan Timur, kini giliran Muhammadiyah yang disiapkan untuk menerima hak pengelolaan tambang yang dinilai memiliki kualitas setara.

Langkah ini ditegaskan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah akan memperoleh lahan tambang yang tidak kalah baik dari yang diberikan kepada NU. Pemerintah, menurutnya, tidak akan membedakan kualitas lahan konsesi yang diberikan kepada organisasi keagamaan mana pun.

“Yang harus kita kasih itu (konsesi tambang) yang bagus, jangan sampai yang jelek. Kalau yang kurang bagus, sayanya juga gak adil juga dong. Kan NU juga bagus, Muhammadiyah juga harus bagus,” ujar Menteri Bahlil kepada awak media di Gedung ESDM.

Penawaran Eks Tambang Adaro Belum Memenuhi Kriteria

Dalam proses pencarian lokasi konsesi yang tepat bagi Muhammadiyah, Kementerian ESDM sempat menjajaki kemungkinan memberikan area bekas tambang milik PT Adaro Indonesia. Namun setelah dilakukan pengecekan dan kajian teknis oleh tim di lapangan, kawasan tersebut dinilai belum memenuhi standar kelayakan yang diharapkan.

“Kita dorong ke eks Adaro, tapi setelah dicek, data yang sementara yang masuk ke saya agaknya harus pendalaman dulu, kan sudah lama,” jelas Bahlil.

Pernyataan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah dalam memberikan konsesi, agar organisasi penerima benar-benar mendapatkan lahan yang bernilai dan dapat dioptimalkan. Peninjauan teknis menjadi kunci, sebab selain mempertimbangkan nilai ekonomis lahan, aspek lingkungan, legalitas, dan potensi jangka panjang juga menjadi perhatian.

Komitmen Pemerintah sejak Awal

Bahlil menegaskan bahwa kebijakan pemberian konsesi tambang kepada organisasi keagamaan bukanlah keputusan spontan, melainkan bagian dari komitmen pemerintah yang telah dirancang secara matang. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai bentuk pemberdayaan lembaga-lembaga keagamaan yang telah lama menjadi bagian penting dalam pembangunan sosial dan pendidikan di Indonesia.

“Niat baik kita itu sejalan dengan apa yang kita eksekusi,” tegas Menteri Bahlil.

Kebijakan ini sejalan dengan visi pemerintah untuk melibatkan lebih banyak aktor non-pemerintah, termasuk organisasi kemasyarakatan berbasis agama, dalam pengelolaan sumber daya nasional. Dengan begitu, kebermanfaatan sektor pertambangan dapat meluas hingga ke sektor sosial dan pendidikan yang selama ini menjadi bidang pengabdian utama organisasi seperti Muhammadiyah dan NU.

Konsesi NU di Kalimantan Timur Jadi Tolak Ukur

Langkah pemerintah memberi konsesi kepada NU melalui lahan bekas tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Kutai Timur menjadi contoh nyata realisasi kebijakan ini. Mengacu pada data Minerba One Data Indonesia (MODI), lahan yang diberikan seluas 26.908 hektare, dengan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan saat ini berada pada tahap kegiatan eksplorasi.

Dengan adanya konsesi ini, NU diharapkan dapat mengelola sumber daya tersebut secara profesional dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh umat dan masyarakat luas.

Hal serupa juga menjadi harapan besar ketika nantinya Muhammadiyah menerima konsesi tambang. Pemerintah menilai, kedua organisasi tersebut memiliki kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia yang mampu mengelola aset strategis nasional dengan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif.

Harapan untuk Transparansi dan Profesionalisme

Keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan tentu menimbulkan ekspektasi besar. Tak hanya sebatas mengelola aset, organisasi penerima konsesi juga diharapkan mampu menjaga prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, serta memberdayakan masyarakat sekitar tambang.

Dalam berbagai kesempatan, Bahlil menyampaikan bahwa model ini diharapkan menjadi contoh sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam mendorong pemerataan ekonomi. Bila berhasil, ini dapat menjadi model baru pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.

Namun demikian, tantangan yang harus dihadapi juga tidak ringan. Mengelola tambang bukan sekadar eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga menuntut penguasaan aspek teknis, manajerial, hukum, hingga keberlanjutan lingkungan. Oleh sebab itu, penting bagi organisasi keagamaan yang terlibat untuk menggandeng mitra profesional dan tetap menjaga misi sosialnya.

Menjembatani Kepentingan Umat dan Negara

Muhammadiyah sendiri dikenal luas melalui kiprahnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Dengan peluang baru di sektor tambang, organisasi ini memiliki potensi untuk memperluas dampak sosial melalui sumber pendanaan yang berkelanjutan dan tidak tergantung pada bantuan negara atau sumbangan.

Melalui kebijakan ini, negara berperan menjembatani dua kepentingan: optimalisasi sumber daya nasional dan pemberdayaan masyarakat sipil. Apabila dikelola secara benar dan profesional, skema ini akan menghasilkan multiplier effect yang besar bagi perekonomian lokal dan nasional.

Pemerintah memastikan bahwa proses pemberian konsesi kepada Muhammadiyah akan tetap berjalan dengan prinsip kehati-hatian dan pengawasan ketat. Harapannya, pemberian konsesi ini tidak hanya menjadi simbol keberpihakan negara terhadap ormas keagamaan, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam menyeimbangkan pengelolaan sumber daya dengan pemerataan kesejahteraan.

Terkini

Harga Sembako Jogja Turun

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:50:24 WIB

Aliran Dana ETF Crypto BlackRock Melonjak Tajam

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:57:12 WIB

BMKG: Hujan Ringan Landa Jabodetabek

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00:54 WIB

Cicilan Oppo Reno 11 Pro Mulai Rp400 Ribuan

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:07:08 WIB