JAKARTA - Di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis, sektor perbankan Indonesia menunjukkan ketahanan yang solid. Indikator kinerja utama seperti pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK), serta rasio risiko terus mencerminkan kondisi yang sehat dan stabil. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menegaskan, kinerja perbankan nasional per Juni 2025 tetap kuat dengan profil risiko yang terkendali.
Secara keseluruhan, penyaluran kredit tumbuh sebesar 7,77 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp8.059,79 triliun. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan Mei 2025 yang mencapai 8,43 persen yoy. Jika dilihat dari jenis penggunaan, Kredit Investasi mencatat pertumbuhan tertinggi yakni 12,53 persen, disusul oleh Kredit Konsumsi sebesar 8,49 persen, dan Kredit Modal Kerja yang naik sebesar 4,45 persen yoy.
Kinerja impresif juga terlihat dari sisi kepemilikan. Bank umum swasta nasional domestik mencatat pertumbuhan kredit paling tinggi yakni 10,78 persen yoy. Sementara dari sisi debitur, kredit yang disalurkan kepada segmen korporasi juga tumbuh 10,78 persen, sedangkan kredit UMKM hanya naik 2,18 persen, mengingat perbankan masih fokus memperbaiki kualitas kredit di segmen ini.
Jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, sejumlah sektor mencatat pertumbuhan kredit dua digit secara tahunan. Pertambangan dan penggalian tumbuh signifikan hingga 20,69 persen, jasa-jasa naik 19,17 persen, transportasi dan komunikasi meningkat 17,94 persen, serta sektor listrik, gas, dan air tumbuh 11,23 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,22 persen, membaik dari bulan sebelumnya (Mei 2025) sebesar 2,29 persen, dan NPL net yang stabil di 0,84 persen (Mei: 0,85 persen). Tak hanya itu, indikator Loan at Risk (LaR) juga membaik, turun menjadi 9,73 persen dari 9,93 persen di bulan sebelumnya. Dian menyebut bahwa rasio LaR kini kembali ke level sebelum pandemi, mencerminkan pemulihan sektor kredit secara menyeluruh.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan sebesar 6,96 persen yoy, menjadi Rp9.329 triliun. Pertumbuhan ini jauh lebih baik dibandingkan bulan Mei 2025 yang hanya 4,29 persen yoy. Secara rinci, giro tumbuh 10,35 persen, tabungan naik 6,84 persen, dan deposito meningkat 4,19 persen yoy.
Kondisi pasar uang yang lebih akomodatif juga memberikan dorongan positif. Penurunan BI Rate turut memengaruhi penurunan suku bunga perbankan, di mana rata-rata tertimbang suku bunga kredit turun 11 basis poin menjadi 8,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya, khususnya pada kredit produktif. Rata-rata tertimbang suku bunga DPK juga tercatat mulai menurun dibandingkan bulan lalu, memperkuat daya saing perbankan dalam menarik simpanan masyarakat.
Dari sisi likuiditas, perbankan berada dalam posisi sangat memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) mencapai 118,78 persen, sementara Alat Likuid terhadap DPK (AL/DPK) berada di 27,05 persen, masing-masing jauh di atas batas minimum yang ditetapkan sebesar 50 persen dan 10 persen. Liquidity Coverage Ratio (LCR) juga tercatat tinggi di level 199,04 persen, menunjukkan kesiapan bank menghadapi potensi arus keluar dana dalam jangka pendek.
Ketahanan sistem perbankan nasional juga tercermin dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang berada di level 25,81 persen, meningkat dari 25,48 persen pada Mei 2025. Menurut Dian, kondisi ini menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk menghadapi ketidakpastian global.
Fenomena pertumbuhan Buy Now Pay Later (BNPL) di sektor perbankan juga menunjukkan tren positif. Per Juni 2025, kredit BNPL tercatat 0,29 persen dari total kredit, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 29,75 persen yoy. Nilai baki debet mencapai Rp22,99 triliun, dengan jumlah rekening mencapai 26,96 juta, meningkat dari 24,79 juta pada bulan sebelumnya.
Lebih lanjut, Dian menyampaikan bahwa optimisme terhadap kondisi perekonomian Indonesia turut ditopang oleh sejumlah faktor seperti penurunan BI Rate, kesepakatan tarif impor AS, serta percepatan belanja pemerintah. Program-program strategis pemerintah yang terus berjalan dinilai mampu mendorong penyaluran kredit, menjaga daya beli masyarakat, dan memperkuat stabilitas pangan nasional.
Namun, di sisi lain, pengawasan ketat terus dilakukan OJK guna memastikan tata kelola industri tetap berjalan baik. Salah satunya, OJK telah mencabut izin usaha PT BPR Dwicahaya Nusantara di Batu, Jawa Timur pada 24 Juli 2025, karena pelanggaran tata kelola dan pemenuhan modal inti minimum.
Menanggapi isu perjudian online yang berdampak negatif terhadap sektor keuangan, OJK juga meminta bank memblokir sekitar 25.912 rekening berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Digital. Tindakan ini dilengkapi dengan instruksi kepada bank untuk melakukan penutupan rekening yang terindikasi berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta penerapan prosedur Enhanced Due Diligence (EDD).
Menutup keterangannya, Dian juga menekankan pentingnya keamanan siber di sektor perbankan. OJK meminta perbankan untuk meningkatkan kemampuan deteksi dan pemantauan terhadap anomali transaksi guna mencegah potensi fraud. Ini merupakan bagian dari strategi memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.