JAKARTA - Meskipun dikenal luas sebagai program jaminan kesehatan yang membantu masyarakat dari berbagai kalangan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tetap memiliki batasan tertentu dalam cakupan layanannya. Hingga Agustus 2025, terdapat 21 jenis penyakit dan layanan kesehatan yang tidak menjadi tanggungan program ini, sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, BPJS Kesehatan didirikan dengan semangat memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh warga negara Indonesia. Baik pekerja formal, informal, pengangguran, anak-anak, hingga lanjut usia diwajibkan menjadi peserta. Kewajiban ini mengacu pada dua payung hukum utama: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sejak peluncurannya, BPJS Kesehatan telah berperan sebagai solusi penting bagi masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan secara terjangkau, bahkan gratis dalam berbagai kondisi. Namun, banyak masyarakat yang belum memahami bahwa tidak semua jenis layanan medis dan penyakit dijamin oleh BPJS. Untuk itu, penting mengetahui secara pasti apa saja yang dikecualikan dari skema perlindungan ini.
- Baca Juga BUMN Inhutani I Buka Lowongan Kerja 2025
Ketentuan ini tercantum secara jelas dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini mengatur secara rinci berbagai batasan dalam pemberian manfaat program jaminan kesehatan nasional, termasuk pengecualian layanan atau penyakit tertentu yang tidak menjadi beban pembiayaan BPJS Kesehatan.
Berikut adalah 21 jenis penyakit dan layanan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan:
-Penyakit akibat wabah atau kejadian luar biasa, seperti pandemi atau epidemi tertentu.
-Perawatan kecantikan dan estetika, termasuk prosedur seperti operasi plastik.
-Perataan gigi seperti behel, yang termasuk dalam kategori non-medis.
-Penyakit akibat tindak pidana, contohnya penganiayaan atau kekerasan seksual.
-Cedera karena menyakiti diri sendiri atau upaya bunuh diri.
-Gangguan kesehatan karena alkohol atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
-Pengobatan untuk masalah infertilitas atau kemandulan.
-Cedera akibat kejadian yang tidak bisa dicegah, seperti tawuran.
-Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
-Tindakan medis yang masih dalam tahap percobaan atau eksperimen.
-Pengobatan alternatif, tradisional, atau komplementer yang belum terbukti efektif melalui uji teknologi kesehatan.
-Alat kontrasepsi, seperti pil KB atau suntik.
-Perbekalan kesehatan rumah tangga, misalnya sabun, tisu, atau peralatan non-medis.
-Pelayanan yang tidak sesuai peraturan, seperti rujukan atas permintaan pribadi atau tindakan medis yang tidak sesuai regulasi.
-Layanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS, kecuali dalam kondisi gawat darurat.
-Cedera akibat kecelakaan kerja, yang menjadi tanggungan program jaminan kecelakaan kerja atau pemberi kerja.
-Kecelakaan lalu lintas yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan dari pihak lain.
-Pelayanan yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri.
-Layanan dalam kegiatan bakti sosial.
-Pelayanan yang sudah ditanggung oleh program lain.
-Pelayanan yang tidak relevan dengan manfaat jaminan kesehatan.
Daftar di atas disusun untuk memberi kejelasan kepada masyarakat, agar tidak timbul kesalahpahaman ketika memanfaatkan layanan kesehatan melalui BPJS. Dalam praktiknya, masih sering dijumpai kasus di mana peserta merasa kecewa karena menganggap semua bentuk pengobatan otomatis ditanggung sepenuhnya.
Padahal, sistem jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dirancang berdasarkan prinsip gotong royong dan keadilan, sehingga ada seleksi ketat terhadap jenis pelayanan yang dapat dibiayai. Tujuannya adalah memastikan dana iuran peserta dapat digunakan secara optimal untuk layanan yang benar-benar bersifat medis, darurat, dan dibutuhkan secara umum.
Pengecualian terhadap layanan tertentu juga dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan program oleh peserta, serta memastikan agar BPJS tetap memiliki keberlanjutan finansial. Oleh karena itu, penting bagi setiap peserta untuk memahami regulasi yang berlaku sebelum memanfaatkan layanan kesehatan.
Meskipun ada batasan, BPJS tetap memberikan manfaat luas, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang sebelumnya kesulitan mengakses layanan medis karena biaya tinggi. Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan pun membantu menyaring kebutuhan medis agar sesuai tingkat fasilitas dan urgensinya.
Ke depan, pemahaman menyeluruh mengenai cakupan dan pengecualian BPJS Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan serta mengurangi kesalahpahaman di lapangan. Dengan dukungan dari masyarakat dan penguatan sistem yang ada, program ini tetap menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga kesehatan publik di Indonesia.