JAKARTA - Pemerintah semakin serius dalam memperkuat layanan kesehatan preventif dengan menjadikan sekolah sebagai titik awal deteksi dini berbagai gangguan kesehatan anak. Melalui program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan pemeriksaan menyeluruh terhadap sekitar 53 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di seluruh Indonesia pada tahun 2025.
Langkah ini merupakan bagian dari program unggulan Presiden dan Wakil Presiden, yang mendorong transformasi sistem kesehatan Indonesia agar lebih fokus pada pencegahan penyakit sejak usia dini. Program CKG akan diterapkan di 282.317 satuan pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga SMA/SMK, termasuk madrasah, pesantren, dan sekolah rakyat yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial.
Pelaksanaan tahap awal sudah dilakukan di 72 sekolah rakyat berasrama. Hasilnya cukup mengejutkan: keluhan paling umum datang dari masalah gigi, gangguan penglihatan, anemia, hingga kecemasan yang diduga dipicu oleh penggunaan gawai secara berlebihan.
- Baca Juga Manuver Whale di Pasar Crypto
“Saya juga terkejut, ternyata banyak anak kita memiliki masalah gigi, mata, dan kecemasan akibat penggunaan gadget,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat membahas temuan awal program ini.
Program ini menjadi terobosan penting karena memperluas cakupan skrining kesehatan hingga ke aspek yang selama ini kurang diperhatikan, seperti kesehatan jiwa. “Kita mulai ukur (tingkat) kecemasan, depresi, agar bisa ditindaklanjuti lebih awal,” jelas Menkes Budi, menekankan pentingnya menangani gangguan mental sejak dini.
Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas, dr. Maria Endang Sumiwi, turut menegaskan bahwa program ini menyasar kelompok usia 7 hingga 17 tahun. Kelompok usia tersebut dinilai sangat rentan terhadap masalah kesehatan yang dapat memengaruhi tumbuh kembang dan proses belajar anak.
Berdasarkan data, 1 dari 6 anak usia 13–15 tahun mengalami kelebihan berat badan (overweight), sementara 1 dari 6 anak usia 5–14 tahun mengalami anemia. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya sistematis dan menyeluruh dalam mendeteksi serta menangani masalah kesehatan anak sejak dini.
Pemeriksaan dalam program CKG akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan peserta. Untuk siswa SD/sederajat, terdapat 13 jenis pemeriksaan, termasuk pemeriksaan status gizi, tekanan darah, kebugaran fisik, kesehatan gigi dan mata, telinga, riwayat imunisasi, serta pemeriksaan mental.
“Untuk SD tidak ada pengambilan darah, jadi tidak perlu takut. Tidak ada suntik,” tegas dr. Maria, menepis kekhawatiran anak-anak dan orang tua soal proses pemeriksaan.
Sementara itu, siswa SMP/sederajat akan menjalani 15 jenis pemeriksaan, termasuk skrining talasemia dan tes kadar hemoglobin melalui metode pengambilan darah sederhana dari ujung jari. Adapun untuk siswa SMA/sederajat, terdapat 14 jenis pemeriksaan, ditambah dengan pengecekan kesehatan reproduksi.
Pemeriksaan dilakukan di dua ruangan berbeda. Satu ruangan digunakan untuk pemeriksaan fisik seperti gizi, tekanan darah, dan gigi, sementara ruangan lainnya untuk pemeriksaan mata dan telinga. Selain itu, lapangan sekolah akan digunakan untuk tes kebugaran fisik oleh guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK).
“Pelaksanaan dilakukan dengan dua ruangan, satu untuk pemeriksaan fisik seperti gizi, tekanan darah, dan gigi, serta satu lagi untuk mata dan telinga. Tambahan di lapangan digunakan untuk cek kebugaran oleh guru PJOK,” terang Maria.
Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini. Pelaksanaannya melibatkan tenaga kesehatan dari Puskesmas yang bekerja sama erat dengan guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Persiapan teknis dilakukan tujuh hari sebelum pelaksanaan, termasuk pembagian kuisioner kepada siswa dan orang tua serta koordinasi teknis antara sekolah dan fasilitas layanan kesehatan.
Untuk siswa SMP dan SMA, pengisian kuisioner dilakukan secara mandiri, sementara bagi siswa SD, pengisian dilakukan oleh orang tua. “Anak-anak SMP dan SMA bisa mengisi sendiri, (sementara untuk) SD dibantu orangtua. Ini jadi logistik dan personel yang akan disiapkan,” tambah Dirjen Maria.
Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan akan dilakukan dalam dua bentuk: individual dan kelompok. Anak-anak yang ditemukan mengalami gangguan kesehatan akan dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut, sedangkan apabila ada tren kasus serupa dalam satu sekolah seperti tingginya kasus obesitas atau anemia pihak sekolah dan puskesmas akan menyusun program edukasi bersama.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Hasbi, menyebut CKG Sekolah sebagai bentuk nyata dari pendekatan jemput bola yang kini diusung pemerintah. “Bukan hanya masyarakat yang datang ke fasilitas kesehatan, tapi kini pemerintah yang hadir langsung ke sekolah-sekolah,” ujarnya.
Peluncuran resmi atau kick-off nasional dari program CKG Sekolah telah dilakukan serentak di 12 lokasi yang mencakup sekolah, madrasah, dan pesantren di berbagai wilayah, mulai dari Jakarta, Bandung, Semarang, Sidoarjo, hingga Tangerang.
Dengan cakupan yang luas dan pendekatan kolaboratif, program ini diharapkan tak hanya meningkatkan kualitas kesehatan anak sekolah, tetapi juga menjadi landasan penting dalam membangun generasi muda Indonesia yang lebih sehat dan tangguh.