JAKARTA - Kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dengan menaikkan tarif impor barang dari negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia, telah menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian global. Bagi Sulawesi Selatan (Sulsel), yang memiliki sektor ekspor yang kuat, kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung, terutama terhadap komoditas-komoditas unggulan yang selama ini menjadi andalan ekspor daerah tersebut.
Kebijakan Tarif Impor Tinggi oleh AS
Pada awal tahun 2025, Presiden Trump mengumumkan kenaikan tarif impor barang dari negara-negara mitra dagang utama, termasuk China, yang dikenakan tarif hingga 32%. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dari persaingan global dan mengurangi defisit perdagangan negara tersebut. Namun, langkah ini mempersulit negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam mengekspor barang ke AS .
Dampak Langsung terhadap Ekspor Sulsel ke AS
Sulsel memiliki berbagai komoditas unggulan yang selama ini menjadi primadona ekspor ke AS, antara lain kacang mete, daging kepiting, ikan olahan, gurita, udang segar beku, agar-agar, carrageenan, ikan segar, cumi-cumi, dan biji kopi. Pada tahun 2024, nilai ekspor Sulsel ke AS mencapai 8,1 miliar dolar AS, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 9,2 miliar dolar AS pada tahun 2025 .
Namun, dengan adanya kenaikan tarif impor yang signifikan, produk-produk ekspor Sulsel akan menghadapi tantangan besar. Harga jual produk yang lebih tinggi akibat tarif tambahan akan mengurangi daya saing di pasar AS. Hal ini berpotensi menurunkan volume ekspor dan mempengaruhi pendapatan dari sektor ekspor di Sulsel.
Dampak Tidak Langsung: Efek Rantai Pasok ke China
Selain dampak langsung terhadap ekspor ke AS, kebijakan tarif tinggi juga berpotensi menimbulkan efek tidak langsung terhadap ekspor Sulsel ke negara lain, terutama China. China merupakan mitra dagang utama Indonesia, dan jika ekonomi China terganggu akibat kebijakan AS, permintaan terhadap komoditas dari Indonesia, termasuk yang berasal dari Sulsel, juga akan terpengaruh.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, menyebutkan bahwa akan ada dampak second round effect melalui penurunan ekspor raw materials Sulsel ke China, khususnya komoditas besi stainless (ferro alloy nickel), rumput laut, dan karagenan. "Kebijakan proteksionis ini memang bertujuan untuk menyehatkan ekonomi AS, tetapi justru memberikan tekanan besar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama yang sangat bergantung pada ekspor," ujar Rizki.
Sektor-sektor yang Rentan Terdampak
Beberapa sektor di Sulsel yang diperkirakan akan paling terdampak oleh kebijakan tarif tinggi AS antara lain:
Perikanan dan Kelautan: Komoditas seperti daging kepiting, ikan olahan, gurita, udang segar beku, cumi-cumi, dan agar-agar menjadi andalan ekspor Sulsel ke AS. Kenaikan tarif impor dapat membuat harga jual produk-produk ini menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar AS.
Pertanian: Produk seperti kacang mete, biji kopi, dan biji kakao merupakan komoditas ekspor utama Sulsel. Kenaikan tarif impor dapat mengurangi daya tarik produk-produk ini di pasar AS.
Industri Pengolahan: Produk olahan seperti carrageenan dan agar-agar juga berisiko kehilangan daya saing akibat kenaikan tarif impor.
Strategi Mitigasi dan Diversifikasi Pasar
Untuk menghadapi dampak negatif dari kebijakan tarif tinggi AS, pemerintah dan pelaku usaha di Sulsel perlu melakukan langkah-langkah strategis, antara lain:
Diversifikasi Pasar Ekspor: Mencari dan memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain di luar AS dan China. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada satu pasar dan mengurangi risiko akibat fluktuasi kebijakan perdagangan di negara-negara besar.
Peningkatan Daya Saing Produk: Melakukan inovasi dan peningkatan kualitas produk agar tetap kompetitif di pasar internasional. Hal ini mencakup peningkatan efisiensi produksi, pengembangan produk bernilai tambah, dan sertifikasi standar internasional.
Pendekatan Diplomasi Ekonomi: Pemerintah Indonesia perlu melakukan negosiasi dengan AS untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Langkah diplomasi ini penting untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS .
Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump memberikan tantangan besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Dampak langsung terhadap ekspor ke AS dan efek tidak langsung melalui penurunan permintaan dari China dapat mempengaruhi sektor-sektor unggulan di Sulsel. Namun, dengan langkah-langkah strategis seperti diversifikasi pasar ekspor, peningkatan daya saing produk, dan pendekatan diplomasi ekonomi, diharapkan dampak negatif dapat diminimalkan dan peluang baru dapat dimanfaatkan.