JAKARTA - Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyuarakan kritik tajam terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait penanganan aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kritik ini muncul akibat penilaian adanya perlakuan tidak adil dan tebang pilih dalam pengawasan serta pengelolaan pertambangan yang selama ini menjadi sorotan publik.
Kontroversi Pertambangan di Raja Ampat Kian Memanas
Raja Ampat, yang selama ini dikenal sebagai surga keanekaragaman hayati laut dunia, tengah menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan nikel yang semakin meluas. Keberadaan pertambangan di kawasan ekowisata tersebut memicu pro dan kontra di berbagai kalangan, mulai dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, hingga pemerintah daerah dan pusat.
Sejumlah laporan dan investigasi mengungkapkan bahwa pertambangan nikel di Raja Ampat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak sedikit, termasuk pencemaran ekosistem laut, degradasi hutan, dan gangguan terhadap mata pencaharian masyarakat lokal. Namun, respons dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian ESDM, dinilai kurang konsisten dan tidak tegas dalam menindak perusahaan yang terbukti melanggar aturan.
Kritik Keras Komisi XII DPR kepada Kementerian ESDM
Dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu, Komisi XII DPR menyampaikan keberatan atas perlakuan yang dianggap tidak adil. Anggota Komisi XII menyoroti ketidakjelasan regulasi serta lemahnya pengawasan yang berakibat pada ketimpangan dalam penegakan hukum terhadap perusahaan tambang di Raja Ampat.
“Penanganan aktivitas pertambangan di Raja Ampat terkesan tebang pilih. Ada perusahaan besar yang seharusnya mendapat tindakan tegas tapi masih diberi kelonggaran, sementara pengusaha kecil sering menjadi sasaran utama,” ujar salah satu anggota Komisi XII DPR yang enggan disebutkan namanya.
Lebih lanjut, Komisi XII menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di kawasan yang sangat sensitif secara ekologis seperti Raja Ampat. Mereka meminta Kementerian ESDM untuk segera mengambil langkah-langkah strategis demi menyelamatkan lingkungan sekaligus menjamin hak-hak masyarakat lokal.
Tantangan Pengawasan dan Regulasi Pertambangan di Raja Ampat
Salah satu kendala utama dalam pengelolaan pertambangan di Raja Ampat adalah tumpang tindih regulasi dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Selain Kementerian ESDM, lembaga lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemerintah Daerah Papua Barat juga memiliki peran penting yang harus sinergis.
Selain itu, rendahnya kapasitas pengawasan lapangan, keterbatasan sumber daya manusia, dan potensi konflik kepentingan dinilai memperparah kondisi tersebut. Ketiadaan data yang akurat mengenai luas wilayah tambang serta dampak lingkungan juga menyulitkan proses evaluasi dan penegakan hukum.
“Tanpa pengawasan yang kuat dan koordinasi yang baik, pengelolaan pertambangan di Raja Ampat tidak akan berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan,” tambah anggota Komisi XII DPR tersebut.
Upaya Pemerintah dan Harapan Perbaikan
Meski mendapat kritikan, pemerintah melalui Kementerian ESDM menyatakan telah melakukan berbagai langkah perbaikan. Salah satunya adalah evaluasi izin usaha pertambangan (IUP) yang dianggap bermasalah serta penerapan moratorium sementara untuk kegiatan tambang yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga berjanji akan lebih tegas menindak perusahaan yang melanggar aturan, serta membuka kesempatan lebih luas bagi pelaku usaha lokal dan masyarakat sekitar untuk mendapatkan bagian dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Kami berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujar Bahlil dalam sebuah kesempatan.
Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Lokal
Kritik Komisi XII DPR tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan, tetapi juga memperhatikan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah tambang. Banyak warga lokal yang mengeluhkan kerusakan sumber daya alam yang mengancam mata pencaharian mereka, terutama yang bergantung pada sektor perikanan dan pertanian.
Di sisi lain, adanya pertambangan juga membawa harapan bagi peningkatan ekonomi melalui lapangan kerja dan pembangunan infrastruktur. Namun, menurut Komisi XII, hal ini harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan yang adil tanpa merusak lingkungan dan budaya lokal.
Peran Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat
Dalam menghadapi situasi kompleks ini, peran aktif masyarakat adat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sangat vital. Mereka menjadi garda terdepan dalam mengawal kelestarian alam sekaligus memberikan pengawasan independen terhadap aktivitas tambang.
Komisi XII DPR mendorong keterlibatan masyarakat dan LSM dalam pengambilan keputusan serta pengawasan aktivitas pertambangan, agar setiap langkah yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, melainkan membawa manfaat yang merata.
Kebutuhan Penanganan Komprehensif dan Berkeadilan
Kritik keras Komisi XII DPR kepada Kementerian ESDM merupakan sinyal penting bahwa penanganan aktivitas pertambangan di Raja Ampat harus dilakukan secara transparan, adil, dan berkelanjutan. Perlakuan tebang pilih yang selama ini terjadi harus segera dihentikan demi menjaga kepercayaan publik dan kelestarian lingkungan yang menjadi warisan bangsa.
Pengelolaan tambang di kawasan sensitif seperti Raja Ampat tidak hanya soal izin dan keuntungan ekonomi, melainkan juga tanggung jawab sosial dan ekologis. Diperlukan regulasi yang jelas, pengawasan ketat, dan sinergi antar lembaga pemerintah, serta partisipasi aktif masyarakat lokal agar keseimbangan antara pembangunan dan konservasi dapat terwujud.
Ke depan, diharapkan pemerintah dapat menjawab kritik ini dengan langkah nyata dan komprehensif sehingga Raja Ampat tetap menjadi simbol keindahan alam Indonesia sekaligus sumber kesejahteraan bagi masyarakat Papua Barat. Pemerintah juga harus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam berjalan dengan prinsip keberlanjutan demi masa depan anak cucu bangsa.
Dengan perhatian penuh dari Komisi XII DPR dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, masa depan Raja Ampat sebagai kawasan ekowisata dan sumber daya alam yang lestari diharapkan tetap terjaga, sekaligus memberikan manfaat ekonomi yang adil bagi seluruh pihak.