JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren berbeda dalam kepemilikan investor asing di pasar obligasi Indonesia pada tahun ini. Kepemilikan asing pada obligasi korporasi mengalami penurunan, sementara di sisi obligasi negara justru menunjukkan kenaikan signifikan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa total outstanding obligasi dan sukuk korporasi mencapai Rp528,69 triliun. Namun, kepemilikan investor asing di segmen ini tercatat hanya sebesar Rp6,22 triliun atau sekitar 1,18 persen dari total outstanding.
“Inilah bukti bahwa kepemilikan asing di obligasi korporasi memang mengalami penurunan. Jika dibandingkan tahun lalu, Mei 2024, kepemilikan asing masih sebesar Rp9,74 triliun,” kata Inarno dalam keterangannya.
- Baca Juga Hilirisasi Nikel Dongkrak Investasi
Penurunan kepemilikan asing di obligasi korporasi juga terlihat sejak awal tahun ini (year to date/YtD). Pada Desember 2024, kepemilikan asing di instrumen ini tercatat sebesar Rp7,03 triliun. Angka tersebut menurun menjadi Rp6,22 triliun.
Kepemilikan Asing di Obligasi Negara Justru Menguat
Berbeda dengan obligasi korporasi, kepemilikan asing pada obligasi negara atau sukuk pemerintah justru mengalami peningkatan. Total outstanding obligasi negara mencapai Rp6.344,07 triliun, dengan kepemilikan asing sebesar Rp923,75 triliun atau sekitar 14,56 persen dari total outstanding.
Inarno menegaskan, “Jika dibandingkan secara tahunan, kepemilikan asing pada Mei tahun lalu berada di angka Rp806,97 triliun. Ini menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan.”
Secara year to date, kepemilikan asing di obligasi negara juga meningkat dari Rp876,64 triliun per Desember 2024 menjadi Rp923,75 triliun pada Mei 2025.
Pergerakan Indeks dan Yield di Pasar Obligasi Indonesia
OJK juga melaporkan bahwa indeks obligasi komposit Indonesia (ICBI) mengalami penguatan sebesar 0,78 persen secara bulanan ke level 409,16. Sementara itu, yield rata-rata surat berharga negara (SBN) turun 4,76 basis poin secara bulanan dan mengalami penurunan 22,02 basis poin sepanjang tahun berjalan.
Penurunan yield ini mendapatkan dukungan dari kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada Mei 2025.
Potensi Penurunan Yield Obligasi dan Dampak Kebijakan BI
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto, menjelaskan bahwa penurunan suku bunga BI berpotensi menurunkan yield pasar obligasi.
“Kebijakan BI yang menurunkan suku bunga acuan ini berpeluang menurunkan biaya dana (cost of fund) bagi penerbit obligasi. Dengan demikian, korporasi akan semakin termotivasi untuk mencari pembiayaan melalui pasar obligasi,” jelas Ramdhan.
Selain itu, Ramdhan menambahkan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah akan meningkatkan likuiditas pasar obligasi dan mendorong kepercayaan investor.
Meski demikian, pasar obligasi Indonesia masih diwarnai ketidakpastian global, terutama terkait perang dagang dan kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang sempat memberikan tekanan pada yield obligasi negara berkembang. Namun, setelah penundaan tarif impor tersebut, pasar obligasi cenderung stabil dan bahkan menguat.
Sentimen Positif dari Penurunan BI Rate
Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula, menyatakan bahwa penurunan suku bunga BI memberikan sentimen positif bagi pasar obligasi.
“Penurunan BI rate ini diikuti oleh indikasi potensi penurunan suku bunga lebih lanjut ke depan. Kami melihat ini sebagai peluang bagi imbal hasil Surat Berharga Negara untuk mengalami tren penurunan,” ujar Ezra.