JAKARTA - Setelah beberapa hari mengalami tekanan akibat kemacetan ekstrem, arus penyeberangan di lintas Ketapang-Gilimanuk akhirnya menunjukkan tanda-tanda normalisasi. Fenomena antrean kendaraan yang sempat mengular hingga puluhan kilometer kini telah berangsur terurai, menandakan pulihnya konektivitas logistik antara Jawa dan Bali yang sempat terganggu.
Situasi yang sebelumnya digambarkan sebagai “kemacetan horor” oleh sejumlah sopir truk dan kendaraan logistik kini mulai terkendali. Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, yang menjadi titik kritis jalur distribusi barang dari Pulau Jawa menuju Bali, sempat mengalami kepadatan luar biasa. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya jumlah kapal yang beroperasi serta penutupan jalur nasional di wilayah Gunung Kumitir, Jember.
Suryanto, seorang sopir truk asal Banyuwangi, menggambarkan betapa sulitnya situasi saat itu. “Saya terjebak kemacetan 12 jam lebih, hampir sehari semalam,” ujarnya saat ditemui di Pelabuhan Gilimanuk. Ia termasuk di antara puluhan pengemudi yang harus menahan diri di balik kemudi selama berjam-jam, dalam barisan kendaraan yang tidak bergerak.
Menurut pantauan di lapangan, jenis kendaraan yang mendominasi antrean adalah kendaraan angkutan barang dan mobil pribadi. Situasi ini tidak hanya berdampak pada waktu tempuh, tetapi juga pada efektivitas distribusi barang, bahan pokok, hingga logistik sektor pariwisata yang sangat bergantung pada kelancaran arus transportasi antarpulau.
Beberapa hari setelah kondisi memuncak, perbaikan mulai terasa. Satu per satu kapal kembali beroperasi, memperbaiki ritme penyeberangan yang sempat terganggu. “Sudah tidak ada kemacetan panjang lagi,” ujar seorang sopir truk yang baru saja menyeberang dari Pelabuhan Ketapang. Pengakuannya menggambarkan bahwa kondisi sudah jauh lebih baik dibanding beberapa hari sebelumnya.
Di sisi lain Selat Bali, Pelabuhan Gilimanuk justru menunjukkan kondisi yang lebih stabil. Arus kendaraan yang akan menyeberang ke Jawa relatif lancar. Tidak terlihat antrean panjang. Para pengemudi hanya perlu menunggu singkat di gerbang masuk dermaga sebelum melanjutkan perjalanan.
Letda Laut (P) Bayu Primanto, Komandan Pos Angkatan Laut (Danposal) Gilimanuk, membenarkan bahwa situasi di jalur penyeberangan ini sudah mulai normal kembali. “Tidak ada antrean atau kemacetan di pelabuhan. Sudah berangsur normal,” katanya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa penyebab utama dari kemacetan sebelumnya adalah pengurangan jumlah kapal yang beroperasi. Kini, kapal-kapal tersebut mulai kembali melayani penyeberangan setelah sempat ditarik untuk perawatan dan perbaikan teknis. “Pelabuhan Ketapang juga sudah normal,” ungkapnya lebih lanjut.
Berdasarkan informasi yang diterima dari pihak pelabuhan, jumlah kapal yang beroperasi saat ini mencapai 26 unit. Angka tersebut hampir menyamai jumlah ideal harian yakni 28 unit. Ini tentu membawa angin segar, mengingat seminggu sebelumnya hanya sekitar 13 unit kapal yang dapat melayani penyeberangan, akibat sisanya harus menjalani perawatan berkala.
Pemulihan ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan betapa vitalnya peran pelabuhan penyeberangan dalam sistem logistik nasional. Jalur laut seperti Ketapang–Gilimanuk bukan hanya menjadi urat nadi perekonomian lokal, tetapi juga bagian penting dari konektivitas nasional, terutama untuk wilayah yang terhubung langsung dengan sektor pariwisata dan perdagangan seperti Bali.
Gangguan pada jalur ini bisa berdampak berantai, mulai dari keterlambatan pengiriman logistik, kenaikan biaya distribusi, hingga terganggunya pasokan barang pokok. Oleh karena itu, keberlangsungan operasional pelabuhan perlu dijaga secara konsisten, termasuk perawatan armada dan manajemen lalu lintas darat yang terintegrasi.
Kondisi sebelumnya yang sempat krodit juga menjadi peringatan akan pentingnya koordinasi lintas sektor, baik dari operator kapal, pengelola pelabuhan, hingga pihak kepolisian lalu lintas dan militer. Dengan meningkatnya volume kendaraan, terutama saat musim liburan atau akhir pekan, perlu ada sistem mitigasi dan peringatan dini yang lebih responsif.
Kini dengan situasi yang mulai normal, tantangan selanjutnya adalah memastikan kondisi ini dapat dipertahankan. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap manajemen pelabuhan dan kesiapan armada perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang.
Pulihnya lintas Ketapang-Gilimanuk menjadi cermin bahwa kolaborasi semua pihak mampu memperbaiki krisis transportasi dalam waktu singkat. Namun, lebih dari sekadar pemulihan teknis, hal ini juga menjadi refleksi bahwa transportasi yang andal adalah fondasi utama bagi roda ekonomi yang terus berputar.