Fashion

Fashion Korea Guncang Panggung JF3

Fashion Korea Guncang Panggung JF3
Fashion Korea Guncang Panggung JF3

JAKARTA - Panggung mode bukan hanya tentang busana dan tren. Ia juga menjadi medium komunikasi lintas budaya, ruang bagi dialog kreatif, serta wahana ekspresi identitas yang melampaui batas negara. Hal inilah yang terlihat dalam perhelatan JF3 Fashion Festival yang menghadirkan tiga desainer Korea Selatan: Re Rhee, Doucan, dan Reonve.

Lebih dari sekadar pertunjukan mode, acara tersebut menjadi ajang diplomasi budaya yang kian strategis. Salah satu momen penting dalam gelaran ini adalah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara JF3 dan Busan Fashion Week. Kesepakatan ini membuka ruang pertukaran desainer dan kolaborasi industri kreatif antara Jakarta dan Busan, dua kota yang kini tengah bersinar sebagai pusat mode Asia.

Atmosfer pergelaran semakin kaya ketika karya-karya desainer Korea Selatan tampil memukau di atas runway. Tiap koleksi tak hanya menampilkan inovasi estetika, tetapi juga menyampaikan narasi personal yang kuat serta menyuarakan nilai-nilai keberlanjutan.

Pertunjukan dibuka oleh Re Rhee, label milik desainer Junebok Rhee. Koleksinya yang bertajuk This Appearance; Disappearance menjadi eksplorasi puitis atas kefanaan dan ingatan. Dalam keterangannya, Rhee menyebut, “Koleksi ini merefleksikan ketidakabadian dari penampilan, keberadaan, dan ketiadaan.”

Re Rhee memamerkan 20 set busana dengan permainan transparansi, warna buram, dan detail yang tampak tidak sempurna. Masing-masing potongan membawa semangat kontemplatif, membicarakan kehilangan, transformasi, dan penemuan kembali. “Perubahan warna, tekstur, dan siluet melambangkan transformasi dan peluruhan yang terjadi seiring waktu,” imbuh Rhee yang merupakan lulusan Central Saint Martins, Inggris.

Gaya minimalis dan pemilihan material berkelanjutan menjadi ciri khas label ini. Tak ingin terjebak pada tren sesaat, Re Rhee justru merancang busana yang berakar pada filosofi mendalam. Kolaborasinya dengan komposer Super-Changddai dan studio media AHAcollective menciptakan pengalaman multidimensi yang menggugah. Sementara itu, sepatu dari label ELNORE menambahkan aksen artistik yang dramatis pada keseluruhan tampilan.

Selepas Re Rhee, panggung mode diambil alih oleh label Doucan yang dinakhodai oleh Choi Chung-hoon. Membawa tema Rekonstruksi Memori, koleksi ini tampil penuh warna dan simbolisme. Desainnya mencerminkan perjalanan pribadi Choi, dengan sentuhan flora, motif etnik yang megah, hingga tassel mencolok dari wig daur ulang.

“Koleksi ini adalah DNA saya. Ia mengandung semua kenangan yang saya sukai. Ini adalah koleksi yang menggambarkan diri saya dengan baik,” ujar Choi.

Doucan menampilkan 20 busana yang berani, teatrikal, dan penuh energi visual. Keunikan lain dari pertunjukan ini adalah penggunaan avatar 3D yang dibuat bersama perusahaan teknologi fashion terkemuka, serta musik latar orisinal dari komposer ternama dunia K-pop. Di tangan Choi, mode menjadi wahana untuk membingkai kembali ingatan sekaligus memperkuat keberlanjutan dalam industri yang kerap boros sumber daya.

Penampilan terakhir datang dari Reonve, label garapan Baek Juhee. Koleksi bertajuk Whispers of Heritage menjadi penutup yang anggun. Dengan mengambil inspirasi dari hanbok tradisional Korea, Reonve menciptakan reinterpretasi modern yang memadukan nilai sejarah dan teknik kontemporer.

Menggunakan material utama berupa sutra Korea hasil produksi sendiri, koleksi ini terdiri dari 20 busana yang dirancang dengan quilting, patchwork, dan bordir tangan. Lebih dari 90 persen materialnya berasal dari serat alami dan diproduksi secara lokal.

“Sisa kain dari produksi hanbok kami diolah kembali menjadi karya seni untuk Reonve,” jelas Baek Juhee, yang juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan para perajin lokal di tengah kelesuan industri. Dengan pendekatan sirkular, Reonve tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga memperjuangkan prinsip etika dan pelestarian budaya.

Selain keberhasilan estetis, perhelatan ini juga menggarisbawahi langkah besar dalam membangun diplomasi budaya berbasis mode. Penandatanganan MoU antara JF3 dan Busan Fashion Week tidak hanya bersifat simbolik, tetapi strategis dalam membangun hubungan bilateral di bidang kreatif.

Kerja sama ini diharapkan akan menginisiasi pertukaran gagasan, program kurasi bersama, workshop kreatif, hingga pameran kolaboratif. Sebuah langkah yang membuka jalan bagi sinergi berkelanjutan antar pelaku industri mode dari dua negara.

Dengan menghadirkan desainer berkelas internasional serta menjadikan mode sebagai bahasa lintas budaya, JF3 Fashion Festival membuktikan bahwa fashion bukan hanya urusan penampilan. Ia adalah jembatan yang menghubungkan ide, identitas, dan masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index