JAKARTA - Langkah strategis Indonesia dalam memperkuat sistem pertahanannya kembali diperlihatkan melalui pengadaan kapal fregat terbaru, KRI Brawijaya-320. Kapal perang buatan Fincantieri, Italia ini, bukan sekadar tambahan kekuatan armada, melainkan representasi nyata dari komitmen menuju kemandirian alutsista dan penguatan visi Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat.
Kehadiran kapal perang ini menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam bidang pertahanan dan pembangunan berkelanjutan. Fokus utamanya adalah memperkuat sistem keamanan nasional, namun lebih dari itu, kehadiran KRI Brawijaya-320 juga berkaitan erat dengan pilar lain seperti kemandirian energi, pengelolaan sumber daya air, hingga pengembangan ekonomi hijau dan biru.
Menurut Panglima Komando Armada RI, Laksamana Madya TNI Denih Hendrata, kapal tersebut telah resmi diberangkatkan dari Pelabuhan La Spezia, Italia, dan akan menempuh perjalanan laut selama satu bulan sebelum tiba di Pangkalan Koarmada II Surabaya. Ia memastikan bahwa kesiapan KRI Brawijaya-320 telah mencapai 100 persen dari sisi material maupun personel yang mengawaki.
Kapal sepanjang 143 meter ini dirancang untuk peperangan antiudara (Anti-Air Warfare/AAW) dan dilengkapi dengan sistem persenjataan serta teknologi mutakhir. Mulai dari Combat Management System (CMS) terintegrasi, sensor dan sistem senjata canggih, hingga jaringan komunikasi berkecepatan tinggi dan desain modular untuk pengembangan masa depan, seluruhnya menunjukkan bahwa kapal ini dirancang tidak hanya untuk kebutuhan hari ini, tetapi juga untuk menghadapi tantangan ke depan.
Dengan kecepatan maksimal 32 knot dan kapasitas 171 awak, KRI Brawijaya-320 akan menjadi tulang punggung dalam menjaga kedaulatan wilayah maritim Indonesia, termasuk di kawasan strategis seperti Natuna dan Laut China Selatan. Modernisasi pertahanan ini tak hanya penting dari sisi keamanan, tetapi juga memberi efek pengganda terhadap sektor lain seperti diplomasi, investasi kelautan, dan perlindungan sumber daya alam laut Indonesia.
Dalam konteks yang lebih luas, kapal ini juga membawa pesan penting tentang arah kebijakan pertahanan Indonesia yang kini tidak hanya fokus pada peningkatan kekuatan militer semata. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo turut mendorong agar pembangunan alutsista dilakukan secara terpadu dengan pendekatan swasembada nasional.
Hal ini meliputi pengembangan teknologi pertahanan dalam negeri, peningkatan kapasitas SDM, dan upaya transfer teknologi dari negara produsen ke industri lokal. Langkah tersebut diharapkan mampu membangun ekosistem pertahanan nasional yang mandiri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mendorong tumbuhnya industri strategis berbasis teknologi tinggi di tanah air.
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr Muhammad Ali juga menyoroti peran penting kekuatan laut dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan armada, menurutnya, bukan hanya soal mempertahankan wilayah, melainkan menjadi instrumen vital untuk menjamin keamanan jalur logistik laut, mendukung kegiatan perikanan, dan membuka akses investasi di sektor kelautan.
Pentingnya konektivitas laut sebagai tulang punggung logistik nasional menempatkan kekuatan TNI AL sebagai garda terdepan dalam menjamin stabilitas kawasan. Dalam konteks ini, KRI Brawijaya-320 hadir sebagai elemen penting untuk menunjang keberlanjutan ekonomi maritim dan pertahanan negara.
Selaras dengan visi pembangunan berkelanjutan, pemerintah juga menjadikan penguatan sektor pertahanan sebagai bagian dari ekosistem besar yang mendukung ketahanan pangan, energi, dan air. Prinsip-prinsip ekonomi hijau dan ekonomi biru yang dicanangkan dalam Asta Cita tak lepas dari pentingnya stabilitas keamanan. Kapal perang seperti KRI Brawijaya-320 tak hanya bertugas menjaga laut dari ancaman eksternal, tapi juga menjamin kelangsungan aktivitas ekonomi rakyat di sektor perikanan, logistik, dan pelayaran.
Namun demikian, kehadiran kapal canggih ini juga mengingatkan bahwa tantangan besar masih menanti, terutama dalam hal kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Percepatan proses alih teknologi, peningkatan produksi dalam negeri, dan penguatan riset strategis menjadi agenda yang harus segera direalisasikan.
Kebijakan strategis seperti kerja sama pembangunan kapal di dalam negeri, pelibatan BUMN pertahanan, dan insentif untuk litbang militer harus diperkuat agar ke depan, Indonesia bisa memproduksi kapal setingkat KRI Brawijaya-320 secara mandiri.
Dengan demikian, setiap langkah dalam pengadaan alutsista bukan sekadar belanja pertahanan, melainkan investasi jangka panjang dalam menciptakan ekosistem pertahanan yang kuat, mandiri, dan berdampak luas bagi ekonomi dan teknologi nasional.
KRI Brawijaya-320 pun akhirnya tidak hanya menjadi kapal perang, melainkan simbol transformasi pertahanan Indonesia menuju arah yang lebih modern, inklusif, dan berkelanjutan. Langkah ini menegaskan bahwa kekuatan militer Indonesia bukan sekadar alat pertahanan, tetapi juga katalis untuk pembangunan nasional yang lebih adil dan berdaulat.