OJK

OJK Ingatkan Prinsip 2L Hindari Pinjol Ilegal

OJK Ingatkan Prinsip 2L Hindari Pinjol Ilegal
OJK Ingatkan Prinsip 2L Hindari Pinjol Ilegal

JAKARTA - Di tengah semakin maraknya praktik peminjaman daring (pinjol) yang menjerat banyak masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan pentingnya kehati-hatian sebelum meminjam dana secara online. Kepala OJK Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek), Edwin Nurhadi, menekankan dua prinsip kunci yang harus dipegang masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik pinjaman ilegal yang merugikan, yaitu prinsip “2L”: legal dan logis.

“Prinsip yang harus diperhatikan adalah ‘2L’, yakni legal dan logis. Perhatikan dulu legalitasnya, lalu logis atau tidak dari sisi suku bunga, timbal hasilnya, dan aspek lainnya,” ujar Edwin dalam acara bertema “Bahaya Pinjaman Online dan Judi Online” yang berlangsung di Jakarta.

Edwin menjelaskan, legalitas perusahaan peminjaman daring adalah hal pertama yang harus dicek masyarakat sebelum mengajukan pinjaman. Untuk itu, OJK menyediakan layanan cek legalitas melalui situs resminya maupun layanan telepon di nomor 157. Ini sangat penting mengingat tingginya jumlah pinjol ilegal yang beredar di Indonesia.

Menurut catatan OJK Jabodebek, hingga 31 Mei 2025, terdapat 11.166 entitas pinjol ilegal yang telah diidentifikasi berdasarkan data pengaduan ke Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal. Sementara itu, jumlah perusahaan pinjaman daring yang resmi terdaftar dan diawasi OJK hanya 96 perusahaan.

“Kalau sudah legal, baru kita cek logis atau tidak, misalnya dari sisi bunga. Ini yang kerap jadi masalah di pinjol ilegal,” ujarnya. Edwin memaparkan bahwa pinjol resmi yang diawasi OJK memiliki batasan suku bunga maksimal 0,1 persen per hari untuk pinjaman produktif dan 0,3 persen untuk pinjaman konsumtif.

Sebaliknya, pinjol ilegal sering kali menerapkan bunga yang sangat tinggi, bahkan bisa mencapai 1 persen per hari. Dengan perhitungan sederhana, bunga 1 persen per hari akan membuat beban utang melonjak 30 persen hanya dalam 30 hari. Angka tersebut jauh di atas ketentuan yang ditetapkan OJK, dan dapat menjerumuskan masyarakat dalam jeratan utang yang sulit dilunasi.

Selain itu, Edwin mengingatkan untuk memperhatikan proses dan mekanisme peminjaman. Ia menegaskan bahwa pinjol ilegal biasanya menawarkan dana dengan sangat cepat, tanpa prosedur yang jelas, serta tidak memberikan penjelasan yang memadai kepada debitur mengenai hak dan kewajiban. Sementara itu, pinjol legal justru menerapkan prosedur lebih transparan dan akuntabel, termasuk dalam hal penjelasan risiko kepada calon peminjam.

“Pinjol ilegal sangat cepat cairkan dana, tapi tidak jelas penjelasan ke debiturnya. Ini yang membuat banyak orang terjebak,” tegas Edwin. Ia mengungkapkan bahwa transparansi menjadi ciri utama pinjol legal yang diawasi OJK, sehingga risiko bagi konsumen dapat diminimalkan.

Lebih jauh, Edwin menyoroti praktik intimidasi dan teror yang kerap dilakukan pinjol ilegal kepada nasabah yang gagal membayar cicilan. Ia menjelaskan bahwa pinjol ilegal cenderung menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, seperti ancaman, teror, bahkan penyebaran data pribadi untuk mempermalukan peminjam.

Sementara itu, pinjol legal yang berada dalam pengawasan OJK masih menyediakan ruang diskusi apabila debitur menghadapi kendala pembayaran. Proses negosiasi mengenai penyusunan jadwal pembayaran baru bisa dilakukan sesuai kesepakatan. “Kalau yang legal, masih bisa dibicarakan lebih lanjut. Ada timeline dan batasan waktu yang bisa diikuti,” ujarnya.

Di sisi lain, Edwin juga mengakui bahwa layanan pinjaman online sebenarnya bisa menjadi saluran pembiayaan yang efektif, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat untuk kebutuhan produktif. Namun, pemanfaatan pinjol harus disertai dengan literasi keuangan yang memadai.

“Sebenarnya, pinjol kalau dimanfaatkan dengan benar pasti akan menjadi salah satu channel pembiayaan yang sangat efektif karena sifatnya cepat dan bisa dilakukan di mana saja,” kata Edwin, menekankan bahwa masyarakat tidak boleh hanya tergiur kemudahan tanpa mempertimbangkan risiko.

Edwin juga menambahkan, pemerintah melalui OJK terus berupaya mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dan berhati-hati sebelum mengajukan pinjaman daring. Edukasi ini mencakup sosialisasi melalui berbagai kanal, baik media cetak, digital, maupun penyuluhan langsung ke masyarakat.

Sebagai upaya tambahan, OJK mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan entitas pinjaman online mencurigakan atau ilegal. Pengaduan dapat disampaikan melalui layanan telepon OJK 157 atau melalui email resmi pengaduan OJK. Langkah ini penting agar OJK bisa terus memperbarui data dan melakukan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang merugikan masyarakat.

“Cek legalitasnya dulu di website OJK atau hubungi 157, jangan asal klik aplikasi yang menawarkan pinjaman kilat dengan bunga tidak wajar,” pungkas Edwin.

Dengan semakin gencarnya kampanye literasi dan pengawasan yang dilakukan OJK, diharapkan masyarakat bisa lebih cerdas dan terlindungi dalam memanfaatkan layanan pinjaman daring yang sah dan aman.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index