JAKARTA - Ketika berbagai wilayah di Indonesia menghadapi tekanan inflasi yang beragam, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menunjukkan performa yang cukup solid dalam menjaga kestabilan harga. Keberhasilan ini tidak hanya ditopang oleh kondisi pasar yang relatif tenang, tetapi juga oleh intervensi aktif dan sinergi kuat antara Bank Indonesia (BI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Inflasi di Kaltara mencatat angka yang cukup moderat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa gabungan tiga kabupaten/kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di provinsi ini mengalami inflasi sebesar 0,07 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 1,38 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 1,87 persen (yoy) pada periode yang sama.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltara, Hasiando Ginsar Manik, inflasi yang tercatat pada Juni ini masih tergolong dalam kategori wajar dan merupakan dampak dari beberapa faktor musiman. Ia menyebut bahwa kenaikan tarif angkutan udara menjadi salah satu penyumbang utama, seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat selama musim libur sekolah dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Iduladha.
“Namun, lonjakan tarif ini masih tertahan oleh kebijakan diskon angkutan udara dari pemerintah,” jelas Hasiando.
Tak hanya dari sektor transportasi, tekanan inflasi juga terlihat dari beberapa komoditas pangan strategis seperti tomat, beras, ikan layang, dan ikan bandeng. Tomat mengalami kenaikan harga akibat berkurangnya pasokan lokal, sementara harga beras meningkat seiring melonjaknya harga dari daerah pemasok seperti Jawa dan Sulawesi. Selain itu, penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang ditunda pada bulan Juni juga menjadi faktor pendukung naiknya harga beras.
Kendati berbagai tekanan tersebut muncul, Kaltara tetap mampu menjaga inflasi tetap dalam jalur yang stabil. Hal ini tidak lepas dari upaya terkoordinasi antara BI dan TPID setempat yang secara konsisten menerapkan berbagai strategi pengendalian inflasi. Salah satu pendekatan utama yang digunakan adalah strategi 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
“Kami menerapkan strategi 4K sebagai fondasi utama dalam menjaga stabilitas harga. Langkah ini terbukti efektif menahan tekanan inflasi, terutama dari gangguan pasokan ikan, emas perhiasan, maupun normalisasi tarif transportasi,” imbuh Hasiando.
Sebagai upaya nyata, TPID se-Kaltara menggelar lebih dari 220 kegiatan pasar murah di berbagai wilayah, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi risiko inflasi tinggi. Pasar murah ini dimaksudkan untuk memberi akses langsung kepada masyarakat terhadap komoditas pokok dengan harga yang lebih terjangkau, sekaligus menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan di pasar lokal.
Di sisi hulu, TPID juga tak tinggal diam. Mereka aktif menggalakkan penerapan Good Agriculture Practices (GAP), termasuk penggunaan pendekatan digital farming dan dukungan sarana pertanian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas komoditas pangan utama dan hortikultura, sehingga tekanan inflasi dari sisi pasokan dapat ditekan sejak dari tahap produksi.
Selain upaya teknis di lapangan, dimensi komunikasi juga menjadi perhatian penting. Strategi komunikasi efektif terus diperkuat melalui berbagai cara, seperti High Level Meeting TPID, edukasi belanja bijak melalui kanal media sosial dan radio, hingga pelaksanaan operasi pasar dan sidak harga di berbagai titik strategis.
Kantor Perwakilan BI Kaltara bahkan turut andil dalam mendorong program distribusi pangan ke wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T), yang kerap mengalami hambatan dalam akses distribusi logistik.
“Kami juga memfasilitasi pengangkutan barang pasar murah ke daerah 3T dan mendukung pemenuhan stok melalui Kerja Sama Antar Daerah (KAD), terutama dengan wilayah pemasok utama seperti Sulawesi Selatan,” pungkas Hasiando.
Langkah ini dianggap krusial, mengingat keterbatasan akses dan logistik di wilayah pelosok dapat menjadi faktor pemicu kenaikan harga yang tidak terkendali. Dengan menjamin ketersediaan pasokan dan harga yang wajar di wilayah 3T, kestabilan harga di Kaltara bisa dijaga secara lebih merata.
Keberhasilan Kaltara dalam menjaga inflasi tetap rendah menjadi bukti bahwa sinergi antar lembaga pemerintah daerah dan Bank Indonesia dapat memberikan dampak nyata dalam pengendalian harga. Dengan terus memperkuat strategi 4K, serta memperluas jangkauan distribusi dan komunikasi yang efektif, Kaltara diharapkan dapat mempertahankan kestabilan ini dalam jangka panjang, bahkan di tengah tekanan global dan domestik yang dinamis.
Ke depan, kolaborasi yang telah dibangun diharapkan tak hanya mampu menjaga inflasi tetap terkendali, tetapi juga mendorong ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok provinsi.