Basket

Timnas Basket Putri Petik Pelajaran Berharga di Womens Series Jakarta

Timnas Basket Putri Petik Pelajaran Berharga di Womens Series Jakarta
Timnas Basket Putri Petik Pelajaran Berharga di Womens Series Jakarta

JAKARTA - Partisipasi Indonesia dalam ajang 3x3 Women's Series Jakarta 2025 membuka realita bahwa regenerasi dan kontinuitas pembinaan di olahraga basket 3x3 putri masih menghadapi tantangan besar. Meskipun menjadi tuan rumah dalam turnamen bergengsi yang merupakan bagian dari Inaspro 3x3 Jakarta 2025, Timnas Basket 3x3 Putri Indonesia harus rela tersingkir lebih awal dari kompetisi yang digelar di Plaza Parkir Timur Gelora Bung Karno.

Timnas Indonesia mengalami kekalahan dari dua lawan tangguh: Australia dan Filipina, masing-masing dengan skor 5-21 dan 8-21. Kekalahan ini menjadi refleksi atas minimnya persiapan dan pengalaman yang dimiliki tim Merah Putih dibandingkan lawan-lawannya yang lebih matang secara teknis dan strategi.

Fandi Andika Ramadhani, pelatih Timnas 3x3 Putri Indonesia, tak menampik kenyataan pahit ini. Ia mengakui bahwa keterbatasan waktu dalam membentuk skuad menjadi salah satu faktor utama ketimpangan performa.

"Ya balik lagi, 3x3 ini harus banyak game. Tim ini baru kami bentuk satu bulan dan Australia ya enggak usah ditanya, mereka juara Asia Cup 2025. Filipina juga sudah ikut Women’s Series dari 3 bulan lalu di Eropa," ujar Fandi atau yang akrab disapa Rama.

Ia juga menekankan bahwa kompetisi internasional seperti ini bukan hanya menjadi ajang tanding bagi para pemain, melainkan juga kesempatan belajar berharga bagi dirinya sebagai pelatih dan seluruh jajaran tim.

Pengakuan serupa disampaikan oleh pemain Evelyn Fiyo. Ia menjelaskan bahwa meskipun telah berlatih dengan skema tertentu, tekanan saat menghadapi lawan di lapangan justru membuat pola latihan sulit diterapkan.

"Kalau menurut saya, game pertama lawan Australia, pattern yang kami lakukan di latihan sebenarnya enggak keluar. Itu mungkin karena kami belum terbiasa dengan pressure dari lawan. Jujur saja kami kekurangan pengalaman," ungkap Evelyn.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti dinamika tim yang sempat berjalan baik di laga kedua, tetapi mulai mengalami ketidakharmonisan karena pemain kembali ke pola individualistik.

"Game kedua sudah mulai mengalir, cuma dalam beberapa situasi mulai stuck lagi. Mulai egonya keluar lagi sendiri-sendiri. Tapi ini pelajaran bagi kita semua," lanjutnya.

Kekalahan ini memberikan pelajaran penting, bukan hanya bagi pemain, tapi juga bagi ekosistem bola basket 3x3 Indonesia secara keseluruhan. Kelemahan tak hanya terletak pada faktor teknik atau fisik semata, tetapi juga cara berpikir dan membaca situasi di lapangan.

Evelyn secara terbuka menyoroti bahwa pemain Indonesia masih cenderung kaku dan belum cukup cerdas dalam membaca dinamika permainan.

"Pelajarannya ya kami harus lebih smart. Kalau size itu sudah pasti kalah, fisik dan speed juga karena langkah mereka besar. Jadi yang diandalkan harus otak. Nah, itu yang kurang di pemain Indonesia, jujur saja. Kurang smart. Kami lebih seperti robot, terpaku jalannya begini tapi tak melihat situasi di lapangan gimana," ujarnya.

Sementara itu, Nathasa Debby Christaline, yang turut memperkuat tim, menilai bahwa keterbatasan waktu latihan menjadi alasan lain mengapa chemistry antarpemain belum terbentuk secara optimal.

"Ini Women’s Series pertama aku, karena sudah lama enggak bela Indonesia. Keputusan balik, dikasih kesempatan ketemu anak-anak baru, masih muda memang, jadi memang butuh waktu jaga kekompakan. Jadi jangka latihan harus lebih panjang," ujar Nathasa.

Turnamen ini sebelumnya diharapkan menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk mengumpulkan poin demi mengejar tiket ke Olimpiade, seperti harapan yang disampaikan oleh Kemenpora dan PP Perbasi. Namun hasil kali ini menunjukkan bahwa mimpi menuju Olimpiade membutuhkan strategi dan persiapan yang lebih matang.

Sebagai refleksi, Rama menekankan pentingnya konsistensi dalam pembentukan tim dan perlunya Indonesia memiliki "talent pool" khusus untuk 3x3. Menurutnya, kontinuitas pembinaan jauh lebih penting ketimbang bongkar pasang skuad secara instan.

."Kita harus punya talent pool khusus 3x3. At least ada 8-10 pemain yang memang kami pertahankan. Mereka kita ikutkan pertandingan, even itu latihan atau keluar. Jadi (skuadnya) enggak berubah-ubah," jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya partisipasi dalam berbagai event sebagai sarana membentuk pengalaman bermain, karena 3x3 adalah permainan situasional yang tidak bisa diwakili hanya dengan latihan.

"Misalnya event A ini, event B ganti lagi, kitanya juga capek membangun 3x3 lagi karena itu yang susah. Saya sih inginnya mempertahankan (yang ini), tambah lagi? Ditambah yang pasti, karena kita kurang game. Dan kita harus punya rencana yang disiapkan untuk try out dalam satu tahun," tambahnya.

Evaluasi dari pelatih dan pemain dalam turnamen ini memberikan cerminan penting tentang posisi Indonesia saat ini di kancah bola basket 3x3 dunia. Tersingkir lebih awal memang menyakitkan, tetapi menjadi pemicu introspeksi menyeluruh agar pembinaan atlet dilakukan secara terencana, terfokus, dan berkelanjutan.

Kegagalan adalah bagian dari proses, dan jika ditangani secara serius, Timnas Basket 3x3 Putri Indonesia masih memiliki waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri dalam perjalanan menuju panggung Olimpiade.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index