Petani

Petani Sumedang Beralih ke Ubi Jalar

Petani Sumedang Beralih ke Ubi Jalar
Petani Sumedang Beralih ke Ubi Jalar

JAKARTA - Musim kemarau sering menjadi ujian berat bagi para petani, terutama mereka yang menggantungkan hasil panen dari sawah yang sangat bergantung pada ketersediaan air. Namun, di Kabupaten Sumedang, sejumlah petani menunjukkan sikap adaptif menghadapi tantangan kekeringan dengan memilih mengalihkan komoditas tanam dari padi ke ubi jalar. Keputusan ini diambil bukan semata-mata karena tren, melainkan sebagai langkah strategis untuk meminimalkan risiko gagal panen akibat keterbatasan air irigasi.

Petani dari berbagai daerah di Sumedang, termasuk Rancakalong dan Sumedang Utara, mulai mengubah strategi tanam mereka. Salah satunya adalah Hudi, petani asal Rancakalong, yang secara sadar memilih untuk tidak mengambil risiko menanam padi. Meskipun sumber air masih tersedia, ia mengungkapkan kekhawatirannya jika air tersebut tidak mencukupi selama masa pertumbuhan padi.

“Sebenarnya air masih ada, namun tidak tahu apakah akan cukup selama pertumbuhan padi atau tidak, jadi untuk aman saya pilih komoditi selain padi saja menghadapi musim kemarau ini,” ujar Hudi.

Keputusan Hudi ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, menanam padi di musim kemarau bisa sangat berisiko. Jika persediaan air mendadak menyusut, tanaman bisa mati di tengah jalan. Hal ini bukan hanya berimbas pada kegagalan panen, tetapi juga kerugian finansial yang tidak sedikit.

“Memang ada juga petani yang memaksa menanam padi, istilahnya dulik (ngadu milik), tapi kalau gagal hanya membuang-buang modal saja,” lanjutnya.

Langkah serupa diambil oleh Wawan, petani dari Desa Mekarjaya, Kecamatan Sumedang Utara. Ia baru saja menyelesaikan panen padinya, namun untuk musim tanam berikutnya ia memutuskan untuk beralih ke komoditas yang lebih tahan kekeringan.

“Baru dua minggu saya panen padi, sekarang coba dicangkul untuk tanam ubi saja karena kalau dipaksakan nanam padi khawatir tak ada air,” jelas Wawan.

Bagi Wawan, menanam ubi jalar bukan pilihan kedua. Ia melihat tanaman ini sebagai alternatif yang menguntungkan dan sesuai dengan kondisi lahan serta cuaca saat ini. Bahkan menurutnya, hasil dari budidaya ubi jalar bisa jadi lebih menguntungkan dibandingkan padi, tergantung kondisi pasar dan hasil panen.

“Menanam ubi jalar tidak kalah untung dengan menanam padi, bahkan mungkin hasilnya bisa lebih baik,” imbuhnya.

Adaptasi seperti ini menunjukkan bahwa petani lokal tidak hanya bergantung pada pola tanam konvensional, tetapi juga mampu membaca situasi dan menyesuaikan diri. Di tengah perubahan iklim yang makin sulit diprediksi, fleksibilitas seperti ini sangat penting untuk menjaga produktivitas dan keberlanjutan usaha tani.

Di sisi lain, pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Sumedang terus mendorong agar petani mendapatkan akses terhadap alat dan teknologi pertanian yang lebih baik. Sebelumnya, DPKP juga telah menyalurkan ratusan unit alat mesin pertanian (alsintan) yang bersumber dari anggaran PIK, sebagai bentuk dukungan konkret kepada para petani.

Upaya diversifikasi tanaman menjadi penting dalam konteks pertanian berkelanjutan. Dengan mengalihkan pilihan dari padi ke ubi jalar, petani dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya air dan tetap memperoleh hasil yang layak. Selain itu, kebutuhan pasar terhadap komoditas seperti ubi jalar pun cukup tinggi, terutama untuk industri makanan olahan maupun pasar ekspor.

Tindakan petani Sumedang juga bisa menjadi contoh bagi wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa. Ketika kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk menanam padi, bukan berarti produksi pangan harus berhenti. Justru dengan pilihan bijak dan perhitungan yang tepat, petani tetap dapat menjalankan usaha taninya dengan baik, sekaligus menjaga ketahanan pangan lokal.

Meskipun keputusan seperti ini terkesan sederhana, keberanian untuk keluar dari pola lama dan mencoba strategi baru seperti yang dilakukan oleh Hudi dan Wawan menunjukkan kecerdasan lokal yang patut diapresiasi. Di tengah tantangan iklim yang tidak menentu, kemampuan adaptasi menjadi kunci utama dalam mempertahankan produktivitas pertanian.

Lebih lanjut, dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya diversifikasi dan efisiensi penggunaan air, ke depan, pertanian di daerah seperti Sumedang diharapkan tidak hanya bertumpu pada satu jenis tanaman, tetapi mampu berkembang dalam berbagai komoditas yang sesuai dengan kondisi geografis dan cuaca.

Pada akhirnya, pilihan petani Sumedang untuk menanam ubi jalar di tengah kemarau bukan sekadar strategi bertahan hidup, tetapi sebuah pendekatan cerdas yang mencerminkan pengetahuan lokal dan kemampuan membaca situasi. Semoga langkah-langkah seperti ini terus mendapatkan dukungan, baik dari pemerintah maupun pihak swasta, untuk memastikan ketahanan sektor pertanian di masa mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index