JAKARTA - Ketahanan pangan nasional mendapat angin segar di tahun 2025 setelah produksi beras menunjukkan lonjakan signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produksi beras nasional sepanjang Januari hingga Agustus 2025 diperkirakan menembus angka 24,97 juta ton. Angka ini tercatat melonjak 14,09 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 21,88 juta ton.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan, kenaikan produksi ini merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor, terutama perbaikan produktivitas lahan, perluasan area panen, serta kondisi cuaca yang relatif mendukung. “Peningkatan ini patut diapresiasi karena menunjukkan keberhasilan upaya pemerintah bersama petani dalam meningkatkan produksi padi,” ujar Amalia.
Secara rinci, luas panen padi selama periode Januari–Agustus 2025 diperkirakan mencapai 7,27 juta hektare, naik 10,11 persen dibanding periode yang sama pada 2024 seluas 6,6 juta hektare. Sementara itu, produktivitas padi juga menunjukkan tren positif dengan rata-rata hasil gabah kering giling (GKG) sebesar 51,4 kuintal per hektare, meningkat dari 49,5 kuintal per hektare pada 2024.
Menurut Amalia, tren kenaikan ini diharapkan dapat terus berlanjut pada sisa tahun 2025. Terlebih, peningkatan produksi di sejumlah sentra padi utama seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan menjadi kontributor terbesar dalam menambah pasokan beras nasional. “Jika tren ini terjaga, kita optimis target surplus beras nasional di akhir tahun bisa tercapai,” tegasnya.
BPS juga memproyeksikan total potensi produksi beras nasional sepanjang Januari hingga Desember 2025 dapat mencapai 32 juta ton, melebihi produksi tahun 2024 yang tercatat 28,4 juta ton. Kenaikan ini diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas harga beras di pasar domestik, serta mengurangi tekanan inflasi dari sektor pangan.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai kenaikan produksi beras ini menjadi bukti nyata keberhasilan program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang dijalankan pemerintah dalam dua tahun terakhir. Menurutnya, perbaikan irigasi, penyediaan benih unggul, serta peningkatan akses pupuk bagi petani menjadi faktor penting di balik lonjakan produksi tersebut.
“Kami terus mendorong optimalisasi lahan pertanian dan penerapan teknologi budidaya yang lebih efisien. Ini adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional,” ujar Andi Amran.
Namun, Amran menekankan agar pemerintah daerah tetap waspada terhadap potensi gangguan iklim ekstrem seperti El Nino yang diperkirakan masih dapat terjadi pada akhir 2025. Langkah mitigasi, seperti pengaturan pola tanam, penyediaan pompa air, dan pembangunan embung, dinilai krusial untuk menjaga keberlanjutan produksi.
Salah satu petani di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Sutrisno (54) mengaku bersyukur dengan kondisi panen tahun ini. Ia menyebut produksi padi di lahan miliknya meningkat sekitar 20 persen dibanding tahun lalu. “Cuaca tahun ini lebih mendukung, curah hujan cukup, dan bantuan benih dari pemerintah juga sangat membantu,” ungkapnya saat ditemui di area persawahan.
Dari sisi distribusi, pemerintah melalui Perum Bulog memastikan pasokan beras dari hasil panen petani dapat terserap optimal. Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menyatakan bahwa hingga akhir Juni 2025, pihaknya telah menyerap lebih dari 1,8 juta ton beras dari petani dalam negeri. Serapan ini diklaim mendekati 90 persen dari target pengadaan semester pertama.
“Serapan ini penting untuk menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP) agar tetap berada di level aman, terutama untuk mengantisipasi kebutuhan dalam menghadapi situasi darurat seperti bencana alam,” jelas Bayu.
Menurut catatan Bulog, total stok beras nasional yang dikelola perusahaan plat merah ini mencapai 2,3 juta ton hingga akhir Juni, yang dinilai mencukupi kebutuhan pasar dalam beberapa bulan ke depan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah, menilai peningkatan produksi beras yang diikuti dengan serapan optimal oleh Bulog akan memberikan efek positif terhadap stabilitas harga. Namun, ia mengingatkan pentingnya menjaga efisiensi rantai distribusi agar harga beras tetap terjangkau di tingkat konsumen.
“Produksi yang meningkat harus dibarengi distribusi yang lancar dan pengawasan ketat di lapangan. Jika tidak, harga di pasar masih bisa bergejolak meski stok beras melimpah,” tegas Rusli.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya transformasi pertanian nasional untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan global. Ia menyebut peningkatan produksi beras ini menjadi kabar baik, namun meminta kementerian terkait tidak lengah.
“Kita harus memastikan pangan rakyat cukup, harga stabil, dan petani tetap sejahtera. Semua ini harus berjalan seimbang,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Ketahanan Pangan 2025 di Jakarta.
Dengan pencapaian produksi beras nasional yang naik 14,09 persen hingga Agustus 2025, harapan akan tercapainya swasembada pangan semakin menguat. Jika tren positif ini dapat terus dipertahankan hingga akhir tahun, bukan tidak mungkin Indonesia mampu memperkuat posisi sebagai negara dengan ketahanan pangan yang lebih baik di kawasan Asia Tenggara.